INTERAKSI.CO, Semarang – Ribuan mantan pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan tiga anak perusahaannya kini menuntut hak mereka.
Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menggelar rapat verifikasi tagihan atau utang perusahaan tersebut kepada para eks buruh, Kamis (10/7/2025).
Tim Kurator Sritex mencatat, sebanyak 10.888 mantan pekerja mengajukan tagihan atas hak-hak mereka, seperti pesangon, gaji terutang, dan Tunjangan Hari Raya (THR). Nilai total tagihan mencapai sekitar Rp300 miliar.
Baca juga: Bitcoin Tembus US$112 Ribu, Kapitalisasi Pasar Melejit Lewati US$2,2 Triliun
“Kami lakukan pencocokan terkait besaran pesangon dan hak-hak lain yang belum dibayarkan,” kata Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator Sritex. Ia menjelaskan, sebelum rapat verifikasi digelar, pihaknya sudah melakukan praverifikasi di kantor Sritex Sukoharjo.
Dalam proses ini, eks pekerja diwakili oleh ketua serikat pekerja atau kuasa hukum. Pihak Sritex sebagai debitur pun turut hadir untuk menandatangani berkas pencocokan tagihan.
Koordinator Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Sritex, Slamet Kaswanto, menyatakan mewakili 142 eks buruh dari PT Bitratex Industries dan PT Sinar Pantja Djaja—dua dari tiga anak perusahaan Sritex yang diputus pailit. Ia mengajukan tagihan senilai Rp7 miliar.
“Tagihan buruh termasuk dalam kreditur preferen, jadi kami berharap bisa diprioritaskan pembayarannya,” tegasnya.
Ketua KSPN Jawa Tengah, Nanang Setyono, yang mewakili 1.057 eks buruh PT Bitratex Industries, menyampaikan total tagihan yang diajukan dan telah diverifikasi sebesar Rp77,6 miliar.
Ia memastikan THR telah disepakati sebagai bagian dari utang pailit dan wajib dibayar kurator.
“Tagihan kami mencakup pesangon, penghargaan masa kerja, uang pengganti hak, gaji tertunda, dan THR,” ungkap Nanang.
Ia berharap proses pelelangan aset segera dimulai, agar eks pekerja bisa menerima haknya sesuai daftar tagihan tetap.
PT Sritex dan anak perusahaannya telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan PN Niaga Semarang No. 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024, setelah permohonan diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon.
Keputusan insolvensi disahkan pada 28 Februari 2025, menandai dimulainya proses penyelesaian melalui lelang budel pailit.
Tim Kurator menargetkan proses penilaian aset rampung akhir Juli, dilanjutkan dengan pelelangan untuk membayar para kreditur, termasuk ribuan eks pekerja yang kini menanti kepastian atas hak mereka.