INTERAKSI.CO, Amerika Serikat – OpenAI dan Google meminta pemerintahan Trump memberikan pengecualian bagi perusahaan AI dalam melatih model mereka menggunakan materi berhak cipta.
Langkah ini sebagai respons terhadap AI Action Plan yang diumumkan Gedung Putih pada akhir Februari lalu. Kedua raksasa teknologi ini menilai, tanpa akses ke konten berhak cipta, inovasi AI di Amerika Serikat bisa terhambat dan berisiko tertinggal dari Tiongkok.
CEO OpenAI, Sam Altman, menegaskan bahwa sistem hak cipta harus fleksibel agar AS tetap memimpin di bidang kecerdasan buatan. Menurutnya, membatasi akses AI terhadap materi berhak cipta justru bisa melemahkan keamanan nasional dan kepentingan strategis negara.
Baca juga: Google Perkuat Gemini, Kini Bisa Digunakan dari Layar Kunci
Google juga sejalan dengan pandangan ini, mendukung kebijakan yang memungkinkan AI terus belajar dari berbagai sumber, termasuk konten berhak cipta, tanpa melanggar hak pencipta.
Selain memperjuangkan hak pelatihan AI, OpenAI juga mendukung kebijakan pembatasan ekspor chip AI ke Tiongkok. Mereka menilai, pembatasan ini penting untuk menjaga dominasi teknologi AS dan mengurangi risiko penyalahgunaan kecerdasan buatan oleh negara pesaing.
Baca juga: Gedung Putih Memanas! Trump dan Zelensky Saling Serang
Namun, permintaan OpenAI dan Google ini tidak lepas dari kontroversi. Sejumlah perusahaan AI, termasuk OpenAI, Apple, Anthropic, dan Nvidia, diduga menggunakan subtitle YouTube untuk melatih AI tanpa izin.
YouTube sendiri telah menegaskan bahwa praktik tersebut melanggar ketentuan platformnya.
Pemerintah AS saat ini masih mengumpulkan masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan akhir terkait AI Action Plan. Jika permintaan ini dikabulkan, industri AI di AS mungkin akan berkembang lebih pesat.
Namun, jika ditolak, perusahaan AI harus mencari cara lain untuk melatih model mereka tanpa melanggar hak cipta. Apakah pemerintah akan lebih memihak inovasi atau tetap menjaga perlindungan hak pencipta?