INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Burhanuddin Soebely adalah penulis asal Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Sepanjang hidupnya, pernah bekerja di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan HSS, aktif menulis di berbagai media, serta telah menerbitkan sejumlah buku cerita rakyat dan sejarah lokal. Tiga novelnya meraih penghargaan dari Majalah Femina.

Dalam Aruh Teater Kalimantan Selatan 2025, Burhanuddin Soebely menjadi salah satu fokus dalam agenda Temu Wicara: Pembicaraan Tokoh, pada Jumat (18/4/2025) petang.

Menghadirkan dua narasumber, yaitu Wildan Risqon dan Moh. Zakir Maulidi dari Dewan Kesenian Daerah (DKD) Hulu Sungai Selatan.

Burhanuddin Soebely
Perwakilan DKD Hulu Sungai Selatan, Moh. Zakir Maulidi ketika menjelaskan kepribadian dan orang-orang terdekat almarhum Burhanuddin Soebely. Foto: Interaksi/Rezaldi

Baca juga: Ngaji Puisi Y.S. Agus Suseno: Ziarah Kata di Negeri Kesedihan

Temu Wicara ini membahas biografi Burhanuddin, karya-karya naskah teaternya, kedekatannya dengan almarhum Y.S. Agus Suseno, hingga proses kreatifnya dalam menulis naskah teater.

Peserta yang berasal dari berbagai sanggar dan komunitas pegiat sastra serta teater turut aktif menyampaikan tanggapan atas diskusi tersebut.

Mereka menyoroti metode artistik penggarapan teater ala Burhanuddin Soebely, karya-karya naskahnya, hingga penampilan perdana Festival POSKO (Pusat Olah Seni dan Komunikasi) La Bastari.

Moh. Zakir Maulidi menjelaskan almarhum Burhanuddin Soebely merupakan salah satu sastrawan Kalimantan Selatan yang juga aktif berkarya di bidang teater.

Karya teater Burhanuddin, kata Zakir, memiliki karakteristik tersendiri dengan akar yang kuat pada tradisi lokal Kalimantan Selatan, khususnya Hulu Sungai Selatan.

“Karya teater Burhanuddin Soebely kuat dengan unsur-unsur perjuangan masyarakat adat di Pegunungan Meratus,” ujar Moh. Zakir Maulidi kepada Interaksidotco. 

Perwakilan DKD Hulu Sungai Selatan, Moh. Zakir Maulidi, saat diwawancarai. Foto: Interaksi/Rezaldi

Baca juga: Saat Misbach Tamrin Berbincang dengan Pramoedya di Kapal Anyer-Panjang

“Bahkan, salah seorang penyair yang juga sahabat beliau mengatakan Burhanuddin salah satu ‘corong’ masyarakat adat untuk memuat itu dalam karya sastra dan teater,” sambungnya.

Zakir yang juga tergabung dalam Majelis Pertimbangan Seniman DKD Hulu Sungai Selatan ingin mengenalkan metode penggarapan naskah teater ala Burhanuddin Soebely kepada para pegiat teater di Kalimantan Selatan.

“Kami ingin memberikan gambaran, sosok beliau (Burhanuddin Soebely) seperti ini. Bagaimana pergaulannya dengan masyarakat adat sebagai informan sehingga naskah itu bisa terwujud,” tuturnya.

Menariknya, setelah ditelusuri, metode-metode sederhana yang diterapkan di POSKO La Bastari ternyata memiliki kemiripan dengan metodeStanislav Teater.

“Ternyata sama pola penggarapannya, tapi tidak pernah mengatakan kepada kami apakah itu hanya intuisi beliau saja, ataukah didapatkan dari berbagai literatur. Kami menangkap itu sebagai ketajaman intuisi,” tambahnya.

Zakir berpesan kepada generasi muda yang menggeluti dunia teater di Kalimantan Selatan dengan mengutip salah satu perkataan almarhum Burhanuddin, gawi ha hulu, yang berarti “kerjakan dulu”.

“Jangan pernah merasa sulit ketika menghadapi sesuatu terkait dengan proses penggarapan teater, selalu ada solusinya. Untuk kawan-kawan yang pegiat teater, tetaplah berkarya dan jangan hilang kreativitas. Tetap berinovasi,” tandasnya.

Author