INTERAKSI.CO, Amerika Serikat – Perekonomian global memasuki fase penuh ketidakpastian dalam sepuluh hari terakhir.
Gejolak yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump mengguncang pasar keuangan dunia, memicu kekhawatiran akan resesi, stagflasi, hingga potensi krisis likuiditas.
Pada 2 April 2025, Trump secara mengejutkan mengaktifkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) dan mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran bertajuk “Hari Pembebasan”. Tarif 10 persen dikenakan terhadap seluruh impor, kecuali dari Kanada dan Meksiko.
Tak berhenti di situ, Trump juga memberlakukan tarif resiprokal terhadap sekitar 100 negara yang dianggap menjalankan praktik dagang tidak adil. China menjadi sasaran utama kebijakan ini.
Baca juga: Indonesia Tempati Peringkat ke-7 Dunia untuk PDB Terbesar 2025
Namun, tekanan dari pasar keuangan membuat Trump berbalik arah dalam hitungan hari. Meskipun mencabut sebagian besar tarif, Trump justru menaikkan bea masuk produk China hingga 145 persen, mencerminkan semangat proteksionisme era 1920-an yang hidup kembali di masa globalisasi.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk memulangkan industri manufaktur AS ke dalam negeri, namun realitas globalisasi dan rantai pasok internasional justru menambah biaya produksi, bukan membawa pabrik kembali.
Respons pasar terhadap kebijakan Trump sangat keras. Sejak pengumuman tarif, pasar saham dan obligasi AS mengalami volatilitas tajam. Biasanya, investor mencari perlindungan pada obligasi negara AS (Treasury Bonds) sebagai aset aman. Namun kali ini, terjadi hal sebaliknya.
Harga obligasi jatuh, yield (imbal hasil) melonjak:
-
Obligasi 10 tahun naik dari 3,8% ke 4,12%
-
Obligasi 20 tahun menyentuh 5,05%
-
Obligasi 30 tahun tembus 5%
Hedge fund yang memegang derivatif obligasi senilai $800 miliar terpaksa menjual aset akibat margin call, mengingatkan publik pada krisis keuangan 2008 dan 2020.
Pada 8 April, lelang obligasi tenor 3 tahun senilai $58 miliar gagal terserap oleh investor asing. Sekitar 21 persen pembelian dilakukan oleh bank-bank domestik AS, mencerminkan menurunnya kepercayaan asing terhadap instrumen utang pemerintah AS.
Dampak ke Dolar dan Posisi Global AS
Krisis obligasi turut menekan nilai tukar dolar AS. Ketika kepercayaan terhadap Treasury Bonds goyah, dominasi dolar sebagai mata uang cadangan dunia ikut terguncang. Investor global mulai melirik euro dan mata uang lainnya sebagai alternatif yang lebih stabil.
Gejolak ini membongkar kontradiksi mendasar dalam strategi ekonomi Trump. Alih-alih memperkuat ekonomi nasional, kebijakan tarif justru:
-
Mengancam posisi dolar AS,
-
Mengacaukan pasar obligasi global,
-
Dan membuka potensi krisis likuiditas.