INTERAKSI.CO, Jakarta – Nilai tukar rupiah terus mengalami tren pelemahan. Dari data Bloomberg pada pembukaan hari ini, Jumat (21/6/2024) pukul 09.05 WIB, nilai rupiah tercatat melemah 46,5 poin atau 0,28 persen dari level sebelumnya menjadi Rp16.476 per dolar Amerika Serikat (AS).
Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, mengemukakan penyebab pelemahan kurs rupiah ini masih sama seperti sebelumnya, yakni kebijakan moneter The Fed. Indeks dolar AS masih bergerak naik di kisaran 105,60 pada hari ini.
“Sentimen pelemahan rupiah masih sama, soal The Fed yang terlihat enggan terburu-buru menaikan suku bunga acuannya,” ujar Ariston dikutip dari Tirto, Jumat.
Dia juga menyoroti Bank Indonesia (BI) yang tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Ariston menyebut BI dapat melakukan tindakan intervensi lain untuk menekan penguatan dolar AS dengan memakai instrumen penarik dolar AS masuk ke Indonesia seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI.
Ariston juga mengungkapkan bahwa tren pelemahan kurs rupiah berpotensi masih akan terus terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
“Potensi pelemahan ke arah Rp16.500, dengan support di sekitar Rp16.380,” ungkapnya.
Di sisi lain, BI melaporkan posisi SRBI per 14 Juni 2024 mencapai Rp666,53 triliun. Nominal tersebut lebih tinggi ketimbang posisi pada 21 Mei kemarin yang ada di kisaran Rp508,41 triliun.
Sementara itu, aliran modal ke Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing senilai US$2,30 miliar dan US$395 juta. Sedangkan sebulan yang lalu, posisi SVBI sebesar US$2,13 miliar dan SUVBI US$257 juta.
“Untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan tercapainya sasaran inflasi, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter promarket, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Tidak hanya itu, kebijakan ini diharapkan juga bisa mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri.