INTERAKSI.CO, Tamban – Asap tipis dari pembakaran sampah dan plastik yang hanyut di sungai sudah jadi pemandangan biasa di Desa Tamban Sari Baru, berjarak 73 kilometer dari pusat Kabupaten Barito Kuala.
Fasilitas pengolahan sampah minim, sementara Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tak menjangkau desa ini.
Melihat kondisi tersebut, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 5 Ilmu Komunikasi FISIP ULM menginisiasi pelatihan pembuatan pestisida alami dan pemanfaatan sampah plastik.
Mereka menggandeng 30 anggota organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Tamban Sari Baru sebagai peserta kegiatan.
Pelatihan itu dipusatkan di Balai Desa Tamban Sari Baru, dengan menghadirkan dua narasumber: Rizky Aulia Indah Sari dan Normala Hayati, mahasiswa KKN Kelompok 5 Ilmu Komunikasi ULM angkatan 2022.
Sesi pertama dibawakan Aulia. Ia memperkenalkan limbah dapur seperti kulit bawang merah, bawang putih, dan daun pepaya sebagai bahan dasar larutan pengusir hama.
Menurutnya, sebagian besar warga punya tanaman pangan di pekarangan rumah, mulai dari cabai, tomat, hingga buah naga. Ramuan ini, kata dia, bisa jadi alternatif dan ramah lingkungan.

Baca juga: Serunya Siswa SD di Tamban Sari Baru Bikin Filter Air dari Sabut Kelapa
Baca juga: PT Jhonlin Baratama Tegaskan Tidak Pernah Minta Pembiayaan Iklan ke Pihak Luar
“Kulit bawang seringkali dianggap remeh dan langsung dibuang ke tempat sampah. Padahal bisa digunakan menjadi pestisida alami yang bermanfaat bagi tanaman sekaligus mengurangi sampah rumah tangga,” kata Aulia kepada Interaksi.co, Sabtu (9/8/2025).
Aulia mengungkapkan, campuran organik dari kulit bawang, bawang putih, dan daun pepaya mengandung senyawa aktif yang mampu membasmi hama tanaman. Efeknya bisa bertahan 2–4 minggu, namun ia menyarankan pembuatan ulang tiap minggu agar hasilnya optimal.
“Tingkat efektivitas yang didapat berdasarkan jurnal, ekstrak kulit bawang menyebabkan kematian hama rata-rata sekitar 35%–50%. Itu efektif untuk dijadikan sebagai pestisida alami, khususnya bagi tanaman di sekitar rumah,” ujarnya.
Kemudian ia mempraktikkan cara membuat larutan ini. Untuk versi kulit bawang merah, bahan direndam dalam toples tertutup rapat selama 24 jam untuk difermentasi. Setelah itu, cairannya dicampur air dan setetes sabun cuci piring dalam botol semprot agar menempel pada tanaman.
Sementara ramuan dari bawang putih dan daun pepaya diawali dengan memotong daun pepaya agar muat di blender, lalu dicampur bawang putih dan air.
Setelah belajar meracik pengusir hama alami, giliran Normala Hayati berbagi keterampilan mengubah sampah plastik bekas deterjen menjadi tas belanja.
Baginya, sampah yang selama ini dibuang atau dibakar justru bisa punya nilai guna baru sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.
“Tas yang dibuat dari hasil sampah plastik bekas detergen dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari, seperti dibawa ke pasar untuk tempat belanjaan,” kata Mala, sapaan akrabnya.
Mala menjelaskan langkah-langkah pembuatannya dimulai dari mencuci plastik bekas detergen hingga benar-benar bersih, lalu mengeringkannya. Proses pencucian dilakukan berulang untuk memastikan tidak ada zat aktif deterjen yang tersisa.
Setelah kering, plastik digunting secara diagonal menjadi dua bagian, kemudian dilipat agar ukurannya lebih kecil. Ibu-ibu PKK mengikuti tahapan ini dengan antusias, dibantu seluruh anggota KKN yang juga memberikan contoh.
Pelatihan berlanjut ke tahap menyambungkan setiap lipatan potongan plastik hingga membentuk tali panjang. Suasana balai desa dipenuhi tanya jawab dan canda tawa, sementara para mahasiswa tetap mendampingi hingga proses selesai.
Mala berharap, keterampilan ini bisa membantu masyarakat mengurangi sampah rumah tangga sekaligus menekan pencemaran lingkungan.
“Harapannya, pengelolaan sampah plastik dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi masyarakat luas untuk lebih peduli dengan lingkungan, memanfaatkan sampah plastik agar dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.