Oleh: Novyandi Saputra

Kehilangan adalah hal paling manusiawi yang bisa kita alami. Ia seperti bayangan selalu ada, mengikuti ke mana pun langkah kita pergi. Kadang ia datang tiba-tiba, kadang perlahan-lahan sampai kita tak sadar kapan tepatnya sesuatu itu lenyap dari genggaman. Manusia hanya bisa menunggu giliran. Tapi dari semua bentuk kehilangan, yang paling sulit mungkin adalah kehilangan yang tidak sempat diucapkan. Dan di sanalah “Mari Bertemu” dari ARK menemukan nadanya.

Lagu ini tak berangkat dari letupan emosi besar, melainkan dari ruang hening di antara jeda dari napas yang menahan rindu, dari perasaan ingin bicara tapi tidak tahu harus mulai dari mana. “Mari Bertemu” terdengar seperti ajakan kecil dari seseorang yang akhirnya memberanikan diri membuka pintu masa lalu, bukan untuk menagih, tapi sekadar ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.

Secara musikal, ARK tidak berusaha menciptakan kejutan. Mereka justru membiarkan pop berjalan sebagaimana mestinya ringan, lembut, dan mudah didekati.

Tetapi di balik kesederhanaan itu, ada kepekaan rasa yang halus. Progresi akor yang hangat, tempo yang tidak terburu-buru, serta vokal yang disampaikan dengan nada tulus membuat lagu ini terasa intim, seperti percakapan yang dilakukan dengan suara rendah agar tidak memecah keheningan.

Tidak ada eksplorasi yang berlebihan, namun setiap nada tampak ditempatkan dengan penuh perasaan seolah semua unsur di dalam lagu ini hanya ingin menjadi medium bagi pesan yang lebih besar: keikhlasan. Bukan keikhlasan yang lahir dari pasrah, melainkan dari kesadaran bahwa tidak semua hal harus dikendalikan agar bisa bermakna. Dalam “Mari Bertemu”, ARK tidak sibuk memamerkan kepiawaian musikal; mereka justru memilih jalan sunyi, membiarkan melodi berjalan dengan wajar. Seperti aliran-aliran air yang tahu ke mana akhirnya ia mengalir.

Setiap petikan gitar, setiap tarikan vokal, seolah tahu kapan harus bicara, dan kapan harus diam. menariknya di antara diam itulah makna paling dalam muncul semacam pengakuan halus bahwa lagu ini tidak ingin menjadi besar, ia hanya ingin jujur.

Pendekatan musikal seperti ini jarang dilakukan di tengah tren pop yang cenderung mencari efek cepat dan dramatis. ARK mengambil posisi yang lebih tenang, seolah berkata bahwa kekuatan sejati justru ada pada keseimbangan antara bunyi dan hening, antara apa yang diucapkan dan apa yang dibiarkan tak terucap. Keikhlasan yang mereka hadirkan bukan hanya tema, tapi juga cara berkarya, membiarkan lagu tumbuh apa adanya, tanpa beban harus menjadi sesuatu yang lebih dari dirinya sendiri.

Menurut saya justru di situlah “Mari Bertemu” menemukan keindahannya: pada ketenangan yang tidak dibuat-buat, pada rasa yang tidak dipaksakan, dan pada bunyi yang tidak berusaha menutupi perasaan manusiawi dengan gemerlap artifisial. Lagu ini mengajarkan bahwa dalam musik, seperti dalam hidup, kadang justru kesederhanaan yang paling jujur bisa menyentuh paling dalam.

Lirik “Mari Bertemu” sederhana, namun di sanalah kekuatannya. Ia tidak mencoba menjelaskan apa pun secara gamblang. Justru dengan kesederhanaannya, lagu ini membuka ruang bagi pendengarnya untuk mengisi makna masing-masing. Kata “bertemu” di sini bisa berarti banyak hal. Sesederhana dimaknai seperti bertemu dengan orang yang pernah kita cintai, dengan kenangan yang belum tuntas, bahkan dengan diri kita sendiri yang dulu sempat hilang di perjalanan hidup. Lagu ini seperti mengatakan: kehilangan memang tidak bisa dihindari, tapi pertemuan selalu mungkin, walau hanya di dalam hati.

Ada kejujuran yang jarang ditemukan dalam lagu pop hari ini. ARK tidak menutupi kesedihan dengan semangat palsu, tapi juga tidak meratapi nasib dengan melankolia berlebihan. Mereka berdiri di tengah di ruang abu-abu tempat emosi manusia paling nyata terasa. “Mari Bertemu” bukan tentang bahagia atau sedih, melainkan tentang keberanian untuk mengakui bahwa hidup memang diisi keduanya.

Mari kita sadari bahkan mungkin sepakati bahwa  dari situlah esensi lagu ini terasa begitu manusiawi. Ia tidak menghakimi kehilangan, tidak menyanjung pertemuan. Ia hanya mengajak kita untuk hadir. Hadir dalam segala yang tersisa, dalam segala yang pernah ada, dalam semua yang mungkin tidak akan kembali lagi.

Sebagai bagian dari lanskap musik Banjarmasin yang sedang tumbuh, ARK menunjukkan bahwa pop bisa berbicara dengan kedewasaan tanpa kehilangan kehangatannya. Mereka tidak hanya menulis lagu cinta, tetapi lagu yang memahami kompleksitas menjadi manusia.

Di tengah arus musik yang sering kali berlomba-lomba untuk terdengar megah, “Mari Bertemu” justru menonjol karena kesederhanaannya. Ia seperti secangkir air putih di antara minuman berwarna bening, tapi menyegarkan, dan membuat kita ingin meneguk lagi. Lagu ini juga bisa saya bilang menjadi sebuah. “Kedewasaan” ARK menjadi dirinya sendiri dengan kejujuran bunyinya.

Terakhir, saya harus mengingatkan kita semua bahwa ketika lagu ini berakhir maka yang tertinggal bukan hanya melodi, tapi perasaan hangat yang samar. Perasaan ingin menelepon seseorang, menulis pesan, atau sekadar menatap langit dan berkata dalam hati: ya, mungkin sudah saatnya bertemu lagi. Dan mungkin, seperti halnya kehilangan, pertemuan juga hanyalah soal waktu. ARK hanya mengingatkan kita bahwa ketika saat itu tiba, biarkan hatimu terbuka.

*

Parade Hujan
Novyandi Saputra. Ilustrasi: Interaksidotco

Penulis adalah seorang Milanisti dan penabuh gamelan Banjar yang suka mendengarkan karya musik teman-teman, lalu menuliskannya dengan bahasa yang sederhana. Jangan berharap ulasan yang terlalu teknis soal musik, karena buat saya itu ribet dan malah menjauhkan dari rasa. Saya lebih suka menulis dengan cara lain; mendengarkan dengan hati, merasakannya, lalu bercerita kembali tentang apa yang musik itu bisikkan pada saya.

Author