INTERAKSI.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih mengkaji kemungkinan pemanggilan pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
“Terkait dengan pihak-pihak yang nanti akan diminta keterangan, karena ini masih di tahap penyelidikan, kami belum bisa menyampaikan secara detail,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/10).
Budi menegaskan, KPK akan memanggil semua pihak yang dianggap mengetahui konstruksi perkara untuk memperjelas dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut.
“Setiap informasi, data, dan keterangan dari pihak-pihak tersebut akan membantu proses penyelidikan,” ujarnya.
Baca juga: BGN Larang Bahan Pabrikan dalam Menu Makan Bergizi Gratis untuk Jaga Kualitas Gizi
Ia juga menambahkan bahwa KPK melihat dukungan publik cukup besar terhadap langkah lembaga antirasuah itu dalam menangani dugaan korupsi proyek transportasi strategis nasional tersebut.
Sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sempat mengungkap adanya dugaan penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek Whoosh.
Dalam video di kanal YouTube Mahfud MD Official pada 14 Oktober 2025, ia menilai ada selisih besar antara biaya pembangunan kereta cepat di Indonesia dan di China.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per kilometer kereta Whoosh mencapai 52 juta dolar AS, sedangkan di China hanya sekitar 17–18 juta dolar AS. Ini naik tiga kali lipat. Uangnya ke mana? Siapa yang menaikkan?” ujar Mahfud dalam video tersebut.
Menanggapi hal itu, KPK pada 16 Oktober 2025 mengimbau Mahfud MD untuk membuat laporan resmi agar bisa ditindaklanjuti secara hukum. Mahfud kemudian menyatakan siap dipanggil oleh KPK untuk memberikan keterangan lebih lanjut.
Pada 27 Oktober 2025, KPK mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek Whoosh telah berjalan sejak awal 2025.
Lembaga tersebut kini terus mengumpulkan bukti dan keterangan dari berbagai pihak untuk mengungkap potensi kerugian negara dalam proyek senilai puluhan triliun rupiah tersebut.



