INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Pada 20 Januari, harga Bitcoin mencapai puncaknya di angka Rp1,75 miliar per BTC, menandai pencapaian signifikan dalam sejarah aset kripto ini.
Tak hanya itu, di bulan Januari, Bitcoin mengalami perjalanan yang dinamis dengan mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Namun, setelah mencapai titik tertinggi tersebut, pasar menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi. Penurunan harga terjadi akibat tekanan jual dari aktivitas investor ritel, yang berkurang partisipasinya selama periode ini.
Data on-chain menunjukkan bahwa transaksi Bitcoin dengan nilai Rp160 juta atau kurang turun sebesar 19,34% dalam beberapa hari setelah mencapai harga tertinggi, mengindikasikan penurunan aktivitas dari investor ritel.
Selain itu, faktor eksternal seperti pengumuman tarif impor oleh Presiden Donald Trump terhadap produk dari Kanada, Meksiko, dan China menambah tekanan pada pasar kripto.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran inflasi dan mempengaruhi sentimen investor, yang berdampak pada penurunan harga Bitcoin sekitar 15% dari rekor tertingginya, atau turun ke kisaran Rp1,49 miliar per BTC.
Pandangan Ahli dan Prospek ke Depan
Para analis memiliki pandangan beragam mengenai prospek Bitcoin pasca-Januari 2025. Markus Thielen, Kepala Riset dari 10x Research, menyarankan investor untuk berhati-hati memasuki bulan Februari.
Ia menyoroti bahwa meskipun ada kenaikan harga bitcoin di awal tahun, momentum tersebut mungkin melemah menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada akhir Januari, yang berpotensi memengaruhi kebijakan moneter dan, pada gilirannya, pasar kripto.
Di sisi lain, beberapa analis optimis terhadap pergerakan Bitcoin di bulan Februari. Secara historis, Februari sering menjadi bulan bullish bagi Bitcoin.
Baca juga: Wall Street Dukung Kebijakan Crypto Trump, Bank Besar Mulai Bergerak
Data menunjukkan bahwa dalam 12 tahun terakhir, Bitcoin mengalami kenaikan dua digit pada delapan kali Februari, dengan rata-rata kenaikan mencapai 15,66%. Jika tren ini berlanjut, ada potensi bagi Bitcoin untuk kembali menembus level Rp1,75 miliar atau lebih tinggi.
Selain itu, arus masuk dana ke dalam Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin spot di Amerika Serikat menunjukkan minat yang terus meningkat dari institusi besar.
Pada pekan 21-24 Januari 2025, ETF Bitcoin mencatatkan arus masuk bersih sebesar Rp27,8 triliun, dengan kontribusi terbesar dari IBIT milik BlackRock sebesar Rp20,9 triliun. Dukungan institusional ini dapat menjadi pendorong positif bagi harga Bitcoin ke depannya.
Secara keseluruhan, meskipun Januari 2025 ditandai dengan pencapaian rekor harga dan volatilitas yang signifikan.
Prospek Bitcoin ke depan tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan ekonomi global, sentimen investor, dan perkembangan regulasi.
Investor disarankan untuk terus memantau perkembangan terkini dan melakukan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.