Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Momen penting ini bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan juga pengingat bagi kita semua untuk terus bangkit dan berjuang dalam berbagai aspek kehidupan.
Kebangkitan Nasional bermula dari kesadaran bersama bahwa hanya dengan bersatu dan berjuang, bangsa ini bisa meraih kemerdekaan dan kemajuan.
Namun, perjuangan itu tidak berhenti pada masa lalu. Saat ini, arti “bangkit” lebih luas dan relevan untuk setiap individu dan komunitas.
Makna “Bangkit” yang Lebih Dalam
Kata bangkit bukan hanya tentang berdiri kembali setelah jatuh. Ia adalah simbol dari kesadaran, keberanian, dan kemauan untuk berubah.
Bangkit adalah sebuah proses panjang dari mengenali diri, memperbaiki kelemahan, hingga melangkah lebih jauh menuju masa depan yang lebih baik.
Dalam konteks masyarakat kita, kata “bangkit” punya filosofi menghidupkan kembali semangat gotong royong, memperkuat pendidikan anak-anak kita, memberdayakan potensi lokal, serta menjaga budaya dan nilai-nilai agama yang menjadi akar fondasi kehidupan.
Kebangkitan sejati bermula dari diri sendiri. Ia tumbuh melalui tindakan-tindakan kecil yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Seperti seorang anak yang giat belajar, seorang guru yang setia mengajar, seorang petani dan ojek online yang terus bekerja meski cuaca tak menentu, atau para pemuda yang bergerak dalam kegiatan sosial. Semuanya adalah wajah-wajah dari kebangkitan itu sendiri.
Tantangan dan Harapan
Sayangnya, di tengah kemajuan zaman, kita masih menghadapi masalah rendahnya semangat belajar dan kepedulian sosial, terutama di kalangan generasi muda.
Banyak anak dan remaja yang kurang termotivasi untuk belajar dengan giat atau aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Hal ini berpotensi menghambat kemajuan daerah dan bangsa secara keseluruhan.
Solusinya? Bangkit bersama. Kita perlu menumbuhkan kembali kesadaran itu lewat pendidikan karakter dan pembiasaan nilai-nilai gotong royong. Sekolah, rumah, dan lingkungan sosial harus bersinergi.
Kegiatan nyata seperti bakti sosial, pengajian, literasi, atau kerja bakti harus terus digalakkan agar nilai “bangkit” bukan hanya jadi slogan, tapi menjadi budaya.
Peran orang tua, guru, tokoh masyarakat, hingga pemimpin daerah sangat penting dalam membangun ekosistem yang mendorong kebangkitan ini. Dengan kolaborasi dan semangat yang sama, kita akan melihat perubahan nyata di sekitar kita.
Bangkit untuk Hulu Sungai Utara dan Indonesia
Bagi masyarakat Hulu Sungai Utara, yang membawa visi besar daerah “Bangkit”, momen Hari Kebangkitan Nasional bisa menjadi refleksi sekaligus ajakan.
Ajakan untuk lebih serius menata pendidikan, ketahan pangan, serta memperluas akses bagi anak muda, dan memberi ruang tumbuh bagi masyarakat dari berbagai lapisan.
Kebangkitan tak harus dimulai dari hal besar. Bahkan dari tulisan seperti ini, atau dari langkah kecil sehari-hari, kita sudah turut mengambil bagian.
Hari Kebangkitan Nasional bukan hanya sejarah, tetapi panggilan untuk bertindak. Mari jadikan momen ini sebagai inspirasi untuk terus bangkit dari dalam diri, dari lingkungan sekitar, dan dari daerah kita tercinta demi masa depan yang lebih cerah dan bermartabat.
Penulis: Ahmad Marjuni
Guru, Aktivis Sosial-Keagamaan, dan Pemerhati budaya