INTERAKSI.CO, Jakarta – Bulan Agustus biasanya identik dengan semangat nasionalisme, terutama melalui pengibaran bendera Merah Putih di seluruh penjuru negeri.

Namun, tahun ini publik dibuat heboh oleh fenomena tak biasa: berkibarnya bendera bajak laut Jolly Roger dari anime One Piece di berbagai tempat.

Fenomena ini viral setelah akun Instagram @wakandafolk membagikan video kompilasi pengibaran bendera Topi Jerami di sejumlah wilayah Indonesia.

Baca juga: Teriak Ada Bom di Pesawat Lion Air, Penumpang Berinisial H Masih Ditahan

Video tersebut telah ditonton ratusan ribu kali dan menuai berbagai respons, mulai dari dukungan hingga kecaman. Banyak warganet menyebut aksi ini sebagai bentuk simbolik dari kekecewaan terhadap situasi sosial dan politik saat ini.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh @wakandafolk

Namun, pemerintah memandangnya dari sudut berbeda. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan bahwa pengibaran bendera selain Merah Putih dalam momentum Hari Kemerdekaan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi makar. “Ini bagian dari menjaga simbol negara,” tegasnya.

Pigai menambahkan bahwa larangan ini juga sejalan dengan kovenan internasional, seperti UU No. 12 Tahun 2005, yang memberi ruang bagi negara untuk mengatur demi menjaga stabilitas nasional.

Nada serupa juga disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Ia menghargai kreativitas komunitas One Piece, namun menegaskan bahwa momentum sakral seperti HUT RI tak boleh dinodai. “Kreativitas itu baik, tapi bukan untuk menggantikan simbol negara,” tegasnya di Senayan.

Dari sisi sejarah, bendera Jolly Roger memang bukan ciptaan fiksi semata. Bendera tengkorak yang populer di kalangan penggemar One Piece ini sebenarnya berasal dari simbol asli bajak laut abad ke-17 yang digunakan untuk menakut-nakuti lawan.

Fenomena ini pun menimbulkan diskusi penting: apakah ini bentuk kreativitas atau simbol perlawanan? Di satu sisi, ini bisa dibaca sebagai ekspresi kekecewaan masyarakat yang bosan dengan janji kosong dan realitas sosial yang stagnan.

Namun, di sisi lain, perayaan Hari Kemerdekaan tentu memiliki makna sakral yang perlu dijaga dari segala bentuk provokasi visual, apalagi yang menggantikan simbol negara.

Author