INTERAKSI.CO, Jakarta – Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) diprediksi kembali mengancam pekerja di Indonesia pada 2025.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 280 ribu pekerja berpotensi terkena PHK hingga akhir tahun ini.
Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, mengungkapkan bahwa dari Januari hingga April 2025, lebih dari 24.360 pekerja telah kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, Abdur Rahman Irsyadi, Pejabat Sementara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa sepanjang periode yang sama, 52.850 korban PHK telah menerima manfaat dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan total nilai Rp258,61 miliar.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pun menunjukkan lonjakan signifikan klaim JKP dibandingkan tahun sebelumnya.
Sepanjang tahun 2024, tercatat 77.965 pekerja terkena PHK, namun hanya 4.816 orang yang mengajukan klaim JKP. Artinya, terjadi lonjakan lebih dari 1.100% pada 2025 dalam hal klaim program tersebut.
Baca juga: Cegah Kasus Keracunan, BGN Perketat SOP Program Makan Bergizi Gratis
BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya PHK massal tahun ini, antara lain:
-
Penurunan pasar yang berdampak langsung pada pendapatan perusahaan.
-
Relokasi industri ke daerah dengan upah tenaga kerja lebih murah.
-
Perselisihan hubungan industrial, termasuk respons terhadap aksi mogok kerja.
-
Efisiensi dan transformasi bisnis, termasuk digitalisasi dan pengurangan tenaga kerja.
-
Kondisi pailit atau kebangkrutan perusahaan.
Situasi ini memperkuat urgensi perlindungan sosial bagi pekerja, terutama melalui program JKP yang menyediakan manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan ulang atau reskilling.
Dengan potensi ancaman PHK yang besar dan tren klaim JKP yang melonjak, tantangan ketenagakerjaan di Indonesia pada 2025 membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat jaring pengaman sosial dan menciptakan ekosistem kerja yang lebih adaptif di tengah ketidakpastian ekonomi global.