INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Kelenteng Po An Kiong, yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Karta Raharja, resmi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya peringkat kota.
Bangunan yang terletak di Jalan Niaga Utara, Kecamatan Banjarmasin Tengah ini menjadi cagar budaya ke-25 dari total 28 bangunan. Itu tercantum dalam SK Wali Kota dengan nomor: 100.3.3.3/207/KUM/2025.
Kelenteng tersebut diperkirakan dibangun sekitar tahun 1898 oleh dua jenderal asal Tiongkok, yakni The Sin Yoe dan Ang Lin Thay. Mulanya keduanya datang ke Indonesia untuk berdagang.
Setelah menetap di Banjarmasin, mereka membangun dua kelenteng, salah satunya adalah Kelenteng Po An Kiong, yang juga dikenal sebagai Tempekong Pasar.
Awalnya, kelenteng ini berdiri di belakang Pasar Harum Manis, namun berpindah ke lokasi sekarang pascakebakaran besar pada 1914. Pembangunannya dikerjakan secara langsung oleh arsitek asal Tiongkok dan berdiri di tepi Sungai Martapura.
Kelenteng Po An Kiong tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Tri Dharma, yakni Taoisme, Konghucu, dan Buddha, tetapi juga sebagai pusat komunitas Tionghoa sekaligus pelindung spiritual kawasan. Letak kelenteng yang berada di titik “tusuk sate”, dipercaya mampu menetralisir energi negatif menurut feng shui.
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banjarmasin, Mursalin, menjelaskan kajian bangunan kelenteng ini telah dilakukan sejak Februari hingga Maret 2025.
Ia menyebut, sebagaimana kajian pada Gereja Katedral Keluarga Kudus beberapa waktu lalu, kelenteng ini juga berpeluang naik status menjadi situs cagar budaya, meski memerlukan kajian lanjutan.
“Peningkatan pasti ada, tapi perlu pengkajian lebih lanjut. Untuk 2026, kami masih mencoba berdiskusi dulu apa saja yang perlu direkomendasikan,” kata Mursalin kepada Interaksidotco, Jumat (4/7/2025).

Baca juga: Gereja Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin Ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Kota
Baca juga: Burhanuddin Soebely dan Akar Budaya dalam Karya Teaternya
Dasar Penetapan dan Nilai Historis
Mursalin memaparkan, penetapan Kelenteng Po An Kiong memenuhi sejumlah syarat yang tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 44.
Kelenteng ini, kata dia, sudah berusia lebih dari 50 tahun, dibangun ulang pada 1914, dan kini berumur 111 tahun.
Gaya arsitektur tradisional Tiongkok yang telah bertahan lebih dari 50 tahun dan memiliki arti penting dalam sejarah sosial budaya Banjarmasin, arsitektur Asia Timur, hingga perkembangan komunitas Tionghoa.
Bangunan tersebut juga termasuk unsur tunggal karena merupakan satu-satunya kelenteng di area pasar Kalimantan Selatan dengan gaya arsitektur Tiongkok, dan terhubung langsung dengan tanah dan elemen alam sekitar, sesuai dengan kriteria keberlanjutan dan keaslian bangunan.
Lalu, kelenteng ini mewakili masa gaya yang khas dan memiliki tingkat keterancaman tinggi, mengingat jumlah kelenteng semacam ini sangat minim di Kalsel. Untuk itu bangunan tersebut menjadi prioritas untuk dilestarikan.
Saat ini, Tim TACB Kota Banjarmasin telah merampungkan seluruh kajian cagar budaya untuk tahun 2025. Pengumuman resminya tinggal menunggu waktu.