Oleh: Fazlur Rahman

Pilwali Banjarbaru kembali menarik perhatian publik. Epos suksesi kepemimpinan di Balaikota telah berakhir dengan pemungutan suara pada 27 November 2024. Namun, dinamika yang terjadi menyisakan ruang tanya di tengah masyarakat.

Berdasarkan hasil hitung cepat, Pasangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Nomor Urut 1, Lisa Wartono, berhasil mengantongi lebih dari 35.592 suara sah. Dengan gugurnya Paslon Nomor Urut 2 akibat diskualifikasi, Lisa Wartono dipastikan akan segera ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

Situasi ini menjadi menarik karena, menurut pantauan lapangan, jumlah suara tidak sah melonjak drastis, bahkan melebihi suara sah yang diperoleh Lisa Wartono. Fenomena ini patut dianalisis untuk memahami sebab dan akibatnya. Berdasarkan PKPU 17/2024 tentang ketentuan pemungutan dan penghitungan suara pada Pilkada 2024, ada berbagai alasan yang menyebabkan suara menjadi tidak sah.

1. Tidak ada coblosan
Hal ini dapat terjadi jika pemilih hanya mencoblos surat suara untuk Pilgub tetapi lupa atau sengaja tidak mencoblos untuk Pilwali. Bisa jadi pemilih belum mengenal calon karena waktu kampanye yang singkat.

2. Mencoblos lebih dari satu paslon
Pemilih mungkin bingung menentukan pilihan atau terjadi kesalahan teknis, seperti mencoblos lebih dari satu kotak paslon.

3. Coblosan di luar kotak paslon
Hal ini bisa disengaja, seperti mencoblos di logo KPU, atau karena kurang cermat.

4. Surat suara rusak
Misalnya, mencoblos dengan cara yang menyebabkan surat suara robek atau bolong sehingga tidak utuh.

5. Coretan atau tulisan pada surat suara
Ada kasus surat suara dicoret atau ditulisi kalimat provokatif. Perilaku ini melanggar etika pemilu dan dapat dikenai sanksi hukum jika terbukti melanggar ketentuan lain.

6. Mencoblos paslon yang didiskualifikasi
Menurut Keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024, suara tidak sah jika mencoblos kotak paslon yang sudah didiskualifikasi. Misalnya, mereka yang mencoblos Aditya-Said Abdullah mungkin tidak tahu status diskualifikasi atau memilihnya sebagai bentuk protes.

Berbagai kondisi ini menunjukkan kompleksitas penyebab meningkatnya suara tidak sah di Pilwali Banjarbaru. Tidak adil jika suara tidak sah ini dibandingkan langsung dengan suara sah yang diraih oleh Paslon Lisa-Wartono.

Dalam pemilu, baik Pileg, Pilpres, maupun Pilkada, para peserta bersaing untuk merebut suara sah sebanyak mungkin, bukan bertarung melawan suara tidak sah. Oleh karena itu, membenturkan legitimasi Lisa-Wartono dengan suara tidak sah adalah kekeliruan.

Anggapan bahwa tingginya suara tidak sah membuat Pilwali tidak sah dan harus diulang merupakan narasi provokatif tanpa dasar hukum. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, jalur hukum, seperti pengadilan atau Mahkamah Konstitusi, adalah langkah yang tepat. Namun, jika narasi tersebut memicu perpecahan, ini sangat membahayakan.

Kekeliruan semacam ini harus segera diluruskan. KPU dan Bawaslu harus hadir di tengah masyarakat untuk memberikan penjelasan. Masyarakat Banjarbaru, termasuk akademisi, pengusaha, mahasiswa, dan berbagai elemen lainnya, perlu mengambil hikmah dari Pilwali ini dan melangkah ke depan.

Energi yang telah dihabiskan dalam proses Pilwali, mulai dari tahap pencalonan hingga pemungutan suara, seharusnya menjadi pelajaran berharga. Kini, fokus utama adalah pembangunan Kota Banjarbaru, mengingat perannya yang strategis sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan.

Saatnya kita bersatu kembali, memberikan kesempatan kepada Paslon terpilih untuk merealisasikan janji politik mereka demi kemajuan Banjarbaru.

*

Penulis adalah Advokat Lawcare ID.

Author