INTERAKSI.CO, Jakarta – Sejumlah gubernur dari berbagai provinsi mendatangi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantornya, Jakarta, pada Selasa (7/10/2025) pagi.

Pertemuan tersebut diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sebagai bentuk keberatan terhadap kebijakan pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026.

Pemerintah sebenarnya telah menambah alokasi anggaran TKD sebesar Rp 43 triliun, dari Rp 649,99 triliun menjadi Rp 693 triliun. Namun, jumlah itu masih lebih rendah dibandingkan alokasi TKD tahun 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.

Para kepala daerah menilai kebijakan ini dapat menghambat pembangunan dan memperberat pembiayaan pegawai di daerah.

Baca juga: Wamenaker Dorong Perusahaan Rekrut Peserta Magang Nasional yang Kompeten

Dalam audiensi tersebut, hadir beberapa kepala daerah seperti Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Mereka sepakat menolak kebijakan pemotongan tersebut karena dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan riil daerah.

Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, yang menjadi salah satu juru bicara dalam pertemuan itu, menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah menolak pemotongan yang dianggap terlalu besar.

“Pemangkasan ini memberatkan, karena banyak daerah sedang menanggung beban PPPK dan proyek infrastruktur besar seperti jalan dan jembatan,” ujar Sherly, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, pemotongan TKD yang mencapai 20–30 persen di sebagian besar daerah, bahkan hingga 60–70 persen di Jawa Tengah, berpotensi menimbulkan ketimpangan anggaran. Ia menilai, banyak pemerintah daerah terpaksa memangkas program publik demi menutupi belanja pegawai.

“Kalau transfernya dikurangi, otomatis program lain harus dikorbankan. Padahal masyarakat menunggu realisasi janji-janji pembangunan,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Ia menilai pengurangan TKD bisa memperlambat pemerataan pembangunan, terutama di wilayah yang masih dalam tahap pemulihan infrastruktur.

“Aceh memiliki kebutuhan khusus untuk pembangunan pasca-rekonstruksi. Jika anggaran dipotong, otomatis banyak program tertunda,” ujarnya.

Para kepala daerah berharap pemerintah pusat dapat meninjau ulang kebijakan tersebut agar pembangunan dan pelayanan publik di daerah tidak terhambat.

Author