INTERAKSI.CO, Jakarta – Di tengah langit biru yang biasanya diisi oleh pesawat militer, sebuah Boeing 737-400 TNI AU memecah keheningan di atas Mesir.

Pesawat itu membawa bantuan kemanusiaan dari Indonesia untuk Gaza. Pengiriman melalui udara ini bukan sekadar logistik, melainkan simbol perlawanan terhadap blokade yang telah mengurung Gaza selama bertahun-tahun.

“Ini satu-satunya opsi untuk memastikan bantuan sampai tepat waktu,” jelas Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia.

Baca juga: Trump Ancam Kerahkan ‘Departemen Perang’ ke Chicago, Gubernur Illinois Meradang

Tim diplomatik harus bernegosiasi berminggu-minggu hanya untuk mendapatkan izin terbang sekali jalan dari Israel dan Mesir.

Muatan di dalamnya pun sengaja dirancang untuk kebutuhan genting Gaza, mencakup obat-obatan dan alat kesehatan seperti antibiotik, infus, dan peralatan bedah; makanan bergizi berupa susu formula, biskuit energi, dan vitamin; serta tenda dan selimut darurat untuk pengungsi.

Di Bandara El Arish, Mesir, bantuan harus segera dipindah ke truk dengan pengawalan ketat.

“Kami punya jendela waktu terbatas sebelum fajar untuk menyeberang perbatasan,” ujar Ahmad, koordinator lapangan dari PKPU.

Setiap truk dilengkapi GPS dan pengawal bersenjata dari PBB. Yang menantang bukan hanya keamanan, tapi juga suhu gurun yang ekstrem yang bisa merusak obat dalam hitungan jam.

Bantuan ini bukan solusi permanen, tapi angin segar bagi jutaan warga Gaza yang terisolasi. Di Rumah Sakit Al-Shifa, direktur Marwan menyebutkan: “Satu kotak antibiotik dari Indonesia bisa menyelamatkan nyawa anak-anak dari infeksi mematikan.”

Data UNRWA menunjukkan, mayoritas warga Gaza bergantung pada bantuan, dan kiriman Indonesia mencukupi kebutuhan puluhan ribu orang selama sebulan.

“Kami tidak mengirim senjata, tapi harapan,” tegas Retno dalam jumpa pers di Jakarta. PBB pun mencatat ini sebagai misi terbesar melalui udara ke Gaza dalam satu dekade terakhir.

Author