INTERAKSI.CO, Jakarta – Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh forum ekonomi BRICS setelah diumumkan oleh pemerintah Brasil, selaku ketua organisasi tahun ini, pada Senin (6/1).
Keanggotaan ini menandai langkah strategis Indonesia dalam memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara berkembang dan menciptakan peluang baru di tengah dinamika global.
Keuntungan Indonesia Bergabung dengan BRICS
Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemlu), menjadi anggota penuh BRICS memberikan hak suara penuh bagi Indonesia serta akses ke program, fasilitas, dan kontribusi organisasi. Langkah ini dianggap sebagai strategi penting untuk:
- Memperkuat kolaborasi dengan negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Uni Emirat Arab (UEA).
- Diversifikasi mitra dagang dan investasi, yang dapat mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu.
- Mendukung transformasi industri domestik melalui adopsi teknologi dari negara-negara anggota BRICS seperti Rusia dan Tiongkok.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyoroti bahwa keanggotaan ini membuka peluang untuk:
- Perluasan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi.
- Mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan menciptakan lapangan kerja baru.
- Memitigasi risiko persaingan global dengan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta.
Tantangan dan Risiko Keanggotaan BRICS
Meskipun ada banyak peluang, beberapa tantangan juga muncul:
- Ketergantungan Ekonomi pada Tiongkok
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, memperingatkan bahwa ketergantungan ekonomi Indonesia pada Tiongkok dapat meningkat. Saat ini, investasi dan perdagangan dengan Tiongkok sudah signifikan, dengan impor naik 112,6% dalam sembilan tahun terakhir. Selain itu, Indonesia menjadi penerima pinjaman terbesar dari Belt and Road Initiative (BRI) pada 2023.Ketika ekonomi Tiongkok diproyeksikan melambat sebesar 3,4% dalam empat tahun ke depan, ketergantungan ini dapat menjadi risiko yang membuat ekonomi Indonesia lebih rapuh.
- Potensi Retaliasi Dagang
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menilai bahwa isu dedolarisasi yang diinisiasi oleh BRICS dapat memicu sentimen negatif dari AS. Jika hubungan dagang dengan AS terganggu, hambatan seperti tarif tambahan atau regulasi non-tarif bisa muncul, yang dapat berdampak pada pelaku usaha. - Persaingan Akses ke OECD
Peneliti Celios, Yeta Purnama, menilai bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS bisa berdampak pada akses ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Menurutnya, urgensi bergabung dengan OECD sebenarnya lebih besar, sejalan dengan ambisi Indonesia menjadi negara maju. - Manajemen Risiko Valas
Pelaku usaha yang berorientasi ekspor ke AS perlu berhati-hati dalam mengelola risiko valuta asing (valas), terutama jika BRICS semakin memprioritaskan dedolarisasi.
Peluang Besar dengan Tanggung Jawab Baru
Keanggotaan penuh Indonesia di BRICS menciptakan peluang besar untuk memperkuat ekonomi nasional melalui diversifikasi mitra dagang, kolaborasi teknologi, dan investasi. Namun, tantangan seperti ketergantungan pada Tiongkok, potensi konflik dagang dengan AS, serta persaingan akses ke OECD harus dikelola dengan baik.
Dengan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keanggotaan ini secara maksimal, memastikan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun, strategi mitigasi risiko tetap menjadi kunci agar keanggotaan BRICS tidak menjadi beban bagi perekonomian nasional.