INTERAKSI.CO, Jakarta – Pemerintah menemukan penyimpangan dalam distribusi Minyakita. Beberapa produk kemasan 1 liter ternyata hanya berisi 750 hingga 800 mililiter.

Tak hanya itu, Minyakita juga dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), yang seharusnya Rp15.700 per liter. Temuan ini terungkap saat Menteri Pertanian Amran Sulaiman melakukan inspeksi ke Pasar Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (8/3/2025).

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai praktik ini terjadi akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah tingginya harga bahan baku minyak goreng sawit atau crude palm oil (CPO).

Baca juga: Kapolda Kalsel Bantah Perayaan Ulang Tahun Berlebihan, Kompolnas Beri Klarifikasi

Dalam enam bulan terakhir, harga CPO dalam negeri berkisar Rp15.000–16.000 per kg. Padahal, untuk menghasilkan Minyakita sesuai HET, harga CPO maksimal harus Rp13.400 per kg.

“Ini baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya produksi, distribusi, dan margin keuntungan. Jika semua biaya diperhitungkan, harga CPO seharusnya lebih rendah lagi,” ujar Khudori, Minggu (9/3/2025).

Dengan harga bahan baku yang tinggi, produsen menghadapi dilema. Jika tetap menjual Minyakita sesuai HET, mereka harus mengorbankan kualitas, termasuk mengurangi isi kemasan. Alternatif lainnya, produsen tetap mempertahankan kualitas tetapi menjual dengan harga lebih tinggi dari HET.

“Dua-duanya berisiko dan melanggar aturan. Namun, jika regulasi membuat produsen tidak bisa bertahan tanpa melanggar, siapa yang sebenarnya harus disalahkan? Pengusaha, pembuat regulasi, atau keduanya?” kata Khudori.

Kebijakan Minyakita dan Tantangan di Lapangan

Minyakita awalnya diperkenalkan sebagai Minyak Goreng Rakyat melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 49 Tahun 2022.

Program ini bertujuan menjaga ketersediaan minyak goreng dalam negeri dengan skema Domestic Market Obligation (DMO). Dalam skema ini, eksportir CPO wajib menyuplai pasar domestik sebelum mendapatkan izin ekspor.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa skema ini masih memiliki celah yang membuat produsen kesulitan. Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan HET agar tetap adil bagi produsen, distributor, dan konsumen. Tanpa solusi yang tepat, Minyakita bisa kehilangan tujuan awalnya: menyediakan minyak goreng murah bagi masyarakat.

Author