Bulan Juni selalu membawa suasana yang spesial. Bulan lahirnya para pemimpin negeri, sebut saja Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie hingga Jokowi. Tahun ini, tepatnya tanggal 1 Juni kemarin, kita baru saja memperingati Hari Lahir Pancasila.
Tak lama lagi, umat Muslim juga akan menyambut Idul Adha, atau yang biasa kita sebut Hari Raya Kurban.
Mungkin banyak yang menganggap dua peringatan ini tidak saling berkaitan. Yang satu urusan negara, yang satu lagi soal ibadah. Tapi kalau kita mau melihat lebih dalam, keduanya punya satu benang merah yakni mengajak kita untuk hidup rukun, saling menghormati, dan peduli kepada sesama.
Hari Kurban bukan sekadar kurban
Setiap tahun, saat Idul Adha tiba, suasana kampung dan kota berubah jadi lebih hangat. Di masjid-masjid, di lapangan terbuka, atau di halaman rumah warga, kita melihat kegiatan penyembelihan hewan kurban.
Tapi lebih dari itu, kita juga menyaksikan bagaimana orang-orang bergotong royong, ada yang memotong, menimbang, membungkus, lalu membagikan daging kurban kepada tetangga dan warga sekitar.
Di situlah makna sesungguhnya dari kurban. Bukan cuma soal menyembelih hewan, bukan cuma soal makan daging. Tapi tentang bagaimana kita mau berbagi, terutama kepada mereka yang mungkin jarang menikmati daging sepanjang tahun. Tentang bagaimana kita mau memberi, tanpa melihat balasan. Kurban adalah latihan hati.
Tapi sering kali, semangat ini cuma muncul sesaat. Setelah daging dibagikan, rasa peduli pun pelan-pelan menghilang. Padahal, nilai dari kurban itu bisa terus kita hidupkan. Bisa lewat sedekah sederhana, membantu tetangga, atau ikut kegiatan sosial. Intinya, kita tidak harus menunggu Idul Adha untuk peduli.
Padahal, semangat berbagi ini bisa kita hidupkan dengan menanamkan nilai-nilai kepedulian sejak dini di rumah, di sekolah, dan lingkungan. Karena kepedulian, kalau dibiasakan, akan jadi karakter.
Menuju hidup ‘Pancasila’
Lalu ada Hari Lahir Pancasila, yang setiap tahunnya kita peringati pada 1 Juni. Pancasila bukan hanya sekumpulan kalimat di dokumen negara. Ia adalah dasar hidup bersama. Bayangkan saja, Indonesia ini sangat beragam.
Banyak sekali perbedaan: beda suku, beda bahasa, beda agama tapi kita bisa tetap satu. Itu semua karena kita sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai titik temu.
Pancasila mengajarkan kita untuk percaya kepada Tuhan, menghargai sesama manusia, menjaga persatuan, menyelesaikan masalah dengan musyawarah, dan memperjuangkan keadilan. Nilai-nilai itu bukan teori, tapi bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya saat warga kampung gotong royong berkurban, atau ketika ada keluarga yang tertimpa musibah lalu semua tetangga membantu tanpa melihat latar belakang. Itulah Pancasila yang hidup, bukan yang dihafal, tapi yang dilakukan.
Tentu, tantangan tetap ada. Di era digital sekarang, informasi menyebar cepat. Kadang kita menemukan kabar bohong, ujaran kebencian, atau komentar yang memecah belah. Di sinilah pentingnya kembali ke nilai-nilai Pancasila upaya kita tidak mudah terprovokasi, dan tetap bisa menjaga kerukunan.
Baca juga: Sejak Kapan Sholat Jadi Hukuman?
Dua Momentum, Satu Pesan
Kalau dipikir-pikir, Idul Adha dan Hari Lahir Pancasila punya pesan yang sangat mirip. Keduanya mengajak kita untuk memperkuat persaudaraan, memperluas empati, dan memperdalam rasa tanggung jawab terhadap sesama.
Saat kita ikut menyumbang hewan kurban atau membantu membagikan daging, kita sedang mempraktikkan nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Saat kita menghormati perbedaan dan menjaga silaturahmi, kita sedang menjalankan semangat Persatuan Indonesia. Kurban dan Pancasila, meskipun dari ranah yang berbeda, sejatinya saling melengkapi.
Dan kerukunan itu bukan hal yang otomatis hadir. Ia harus dijaga, dirawat, dan diperjuangkan setiap hari. Bukan hanya oleh pemimpin atau tokoh agama, tapi oleh kita semua.
Rukun itu dimulai dari rumah. Dari cara kita berbicara, menyapa tetangga, menyikapi perbedaan, hingga menahan diri untuk tidak menyebar kabar yang belum tentu benar (hoax)
Bulan Juni ini mengajak kita untuk lebih dari sekadar merayakan. Ia mengajak kita untuk merenung. Sudah sejauh apa kita hidup dengan nilai kepedulian dan persatuan? Sudah seberapa dalam kita menghayati makna berbagi dan menghormati perbedaan?
Mari kita jadikan momen Idul Adha dan Hari Lahir Pancasila sebagai pengingat bahwa hidup bersama bukan hanya soal toleransi, tapi juga tentang cinta. Cinta kepada sesama, kepada bangsa, dan kepada nilai-nilai kebaikan.
Karena di bulan Juni ini, bukan hanya ada Kurban. Bukan hanya ada Pancasila. Tapi juga ada kitabyang mau terus rukun.
Kalau bukan kita yang menjaga kerukunan, lantas siapa lagi?
Penulis: Ahmad Marjuni
Guru, Aktivis Sosial-Keagamaan,dan Pemerhati Budaya