Kapan Kepala Daerah bisa fokus bekerja menyelesaikan masalah-masalah di daerahnya, kalau setiap Selasa, sudah pergi meninggalkan daerahnya dan baru balik kembali pada hari Jumat atau Sabtu?

Senin setelah upacara rutin, ada waktu sedikit untuk rapat internal dan eksternal, atau memberi arahan bawahan serta mendelegasikan berbagai wewenang, dan setelah itu pada Selasa pagi, sudah tergesa-gesa pergi menyisir berbagai tempat dengan alasan menghadiri undangan, koordinasi, konsultasi, expo pembangunan, pertemuan ini dan itu. Semakin jauh perginya, bahkan hingga ke luar negeri, semakin nampak bergengsi dan keren.

Kalau tidak percaya, cobalah datang ke Bandara setiap Selasa, di sana akan anda temui banyak pejabat, mulai dari kepala daerah, kepala dinas, anggota DPRD serta perjabat lainnya, yang bersiap-siap berangkat pergi ke luar daerah, entah kemana.

Karena “aur bakunjangan” dengan berbagai alasan, akhirnya publik tidak tahu, daerah mau dibawa kemana? Sedang fokus dan memprioritaskan pembangunan apa? Kapan soal-soal penting menyangkut publik dituntaskan dan ditangani?

Untuk apa APBD yang didapatkan dengan susah payah, termasuk dengan memalak warga dengan pajak dan iuran, ternyata hanya habis dibelanjakan ke berbagai tempat yang dikunjungi? Alih-alih memikirkan bagaimana caranya orang lain datang ke tempat kita agar terjadi perputaran ekonomi dan pemasukan bagi warga dan daerah, justru pejabatnya sendiri “berombongan” kolosal bakunjangan, menghidupi kota-kota orang lain dan tentu juga belanja. Akibatnya lama kunjungan wisatawan ke daerah tidak pernah meningkat, karena tidak pernah dipikirkan dan diupayakan.

Secara sederhana, kalau orang tua selalu pergi meninggalkan rumah, pasti rumahnya sendiri tak terurus. Anak-anak tidak bisa ngobrol leluasa, berkonsultasi, koordinasi, dll. Pun begitu gambarannya kalau kepala daerah “aur bakunjangan”. Jangankan berkoordinasi dan berkonsultasi, sekedar bertemu saja sulitnya minta ampun, bahkan mustahil karena selalu tidak berada di tempat.

Hingga menjelang akhir tahun, dengan alasan serapan anggaran, semakin semarak bajunjangan dilakukan. Sekalipun jargonnya efisiensi, namun cara mudah menambah pendapatan pejabat adalah dengan cara bakunjangan, sehingga sulit menolak atau melawan godaan bakunjangan.

Karena kepala daerah harus didampingi banyak pihak dan unsur-unsur, maka setiap bakunjangan yang dilakukan, selalu menyerap anggaran yang besar sekali. Miris rasanya, bila serapan anggaran yang diakibatkan bakunjangan, menjadi cermin serta gambaran dari kinerja. Lantas, warga daerah dapat apa?

Oleh: Noorhalis Majid

Author