Oleh: Noorhalis Majid
Mungkinkah Pilkada Kota Banjarbaru dimenangkan 01, walau perolehan suaranya hanya 33%? Jawabnya mungkin, bila ada “skenario jahat” yang mendukungnya.
Ini hanya berandai-andai. Seandainya pilihan terburuk putusan Mahkamah Konstitusi menetapkan perhitungan suara ulang, bukan Pilkada ulang, sebab dianggap lebih efisien. Maka suara yang berada pada kotak dan tersimpan rapi di Kantor KPU Kota Banjarbaru, akan dibuka kembali dan perhitungan dilakukan dengan memilah menjadi 3 bagian. Bagian pertama suara paslon 01; Bagian kedua suara paslon 02 yang merupakan kolom kosong; dan Bagian ketiga suara tidak sah.
Dengan membagi tiga bagian tersebut, dan mengotak-atik hasilnya, maka kemungkinan suara 01 menjadi tertinggi, sangat mungkin. Caranya dengan menggelembungkan suara tidak sah, sehingga apabila yang dihitung hanya suara sah, maka yang memilih kolom kosong dapat saja diskenariokan jumlahnya lebih sedikit.
Dengan skenario seperti itu, walau nampak jahat dan tidak logis, namun secara hukum legal. Tentu jahat, karena untuk menggelembungkan suara tidak sah, harus ada aksi kecurangan baru dengan membuat suara cacat, misal dengan menambah coblosan pada surat suara, sehingga dihitung sebagai suara tidak sah.
Tidak logis, karena jumlah suara tidak sah yang digelembungkan akan melampaui perolehan 01, paling tidak di atas 33%, bahkan mencapai 45%. Dengan seperti itu, maka warga harus menanggung malu sejarah, bahwa pada suatu zaman pernah terjadi Pilkada di Kota Banjarbaru, Dimana suara tidak sah karena salah mencoblos mencapai 45%, menggambarkan warga tidak paham tentang bagaimana seharusnya mencoblos surat suara di TPS.
Mengantisipasi dan mencegah “skenario jahat” sangat perlu, karena kita berada di suatu situasi, dimana segala cara sangat mungkin dilakukan, yang penting keinginan dan tujuan tercapai. Tidak peduli dianggap jahat atau tidak logis.