Sayangnya, diskusi yang sangat menarik sore kemarin, Sabtu 3 Oktober 2025, di Rumah Alam Sungai Andai dengan tajuk “Profesor; Antara Fantasi, Harga Diri, dan Kompetensi” lebih banyak berlangsung off the record.
Hal itu karena ada kekhawatiran dianggap menistakan ULM (Universitas Lambung Mangkurat) itu sendiri. Padahal tujuan dari diskusi yang menghadirkan Fahriannor (akademisi ULM), Dharma Putra (Ambin Demokrasi), Toto Fachrudin (Radar Banjarmasin), dan Hari Tri Widodo (perwakilan AJI Persiapan Banjarmasin) justru untuk menghimpun gagasan serta pemikiran, agar dapat memberikan saran perbaikan bagi pemulihan marwah dan citra ULM.
Muncul analogi “Tabuati Kapal Karam”. Dalam kapal tersebut terdapat tiga klaster. Klaster pertama, nahkoda dan awak kapal yang memang punya tujuan tertentu, kemudian mengajak penumpang lain ikut serta, dan mereka mendapat fasilitas yang sama dengan klaster pertama.
Penumpang lain ini masuk dalam klaster kedua. Lalu klaster ketiga, orang yang ikut bersama di pelabuhan keberangkatan, dan tiba-tiba diajak ikut kapal karena tujuannya sama serta dijanjikan mendapat kemudahan, akhirnya tergoda untuk ikut serta. Ketiga klaster itulah yang pada akhirnya menjadi korban karena kapalnya ternyata karam.
Tentu tidak semuanya bersalah. Ada yang tujuannya baik, tetapi caranya salah. Ada pula yang tujuan dan caranya memang salah. Dan tentu ada juga yang tidak bersalah, tidak tahu bahwa cara yang ditempuh keliru, sehingga “tasimbaya” ikut disalahkan serta mendapat sanksi.
Baca juga: Fantasi Profesor dan Pertaruhan Integritas
Analogi “Tabuati Kapal Karam” itu terungkap karena memang agak sulit membicarakannya secara vulgar. Ada banyak keterkaitan kepentingan dan emosi, sehingga seperti buah simalakama: “dimakan mati bapak, tidak dimakan mati ibu.”
Dalam diskusi juga terungkap adanya SK Percepatan Guru Besar. Melalui SK tersebut, tim bergerak melakukan berbagai langkah strategis dan taktis, termasuk menyusun skenario serta menempuh langkah-langkah yang dianggap dapat mempercepat proses guru besar. Tidak tanggung-tanggung, kabarnya ada target 150 guru besar.
Jadi, ketika sekarang terungkap ada 28 guru besar, hal itu tidak terlalu mengejutkan. Namun dikhawatirkan apabila tidak disikapi dengan arif dan bijaksana, atau justru dengan langkah yang memperparah keadaan, akan muncul gelombang ketiga yang jumlahnya tidak kalah banyak dari gelombang pertama dan kedua.
Bukti, fakta, dan sumber-sumber terpercaya juga menjadi bahan diskusi sore itu. Mulai dari aliran dana transfer, penggunaan dana negara untuk tujuan yang tidak benar, jalur komunikasi dan konsultasi yang terstruktur, hingga pelibatan banyak pihak. Semua itu semestinya menjadi ranah penegakan hukum apabila kasus ini ingin dibuat lebih terang benderang.
Diskusi ini tidak dimaksudkan untuk memperkeruh keadaan. Justru muncul beberapa saran, antara lain:
-
IKA ULM harus turun tangan dengan membentuk tim investigasi independen untuk menggali dan mengungkap masalah secara jelas, lengkap, benar, dan akurat.
-
Pihak kementerian perlu memberikan asistensi terkait penerapan good university governance agar ULM mampu bangkit memulihkan dan mengembalikan marwah serta citranya.
-
Semua pihak harus mendukung pengungkapan fakta yang sebenarnya serta mendukung segala upaya pemulihan ULM sebagai kampus kebanggaan Kalimantan Selatan.
Penulis: Noorhalis Majid