Oleh: Noorhalis Majid
Ada yang mengatakan dengan gagah dan lantang, Pilkada Banjarbaru bentuk dari kemenangan WO, sebab lawannya tidak bisa bertanding lagi karena diskualifikasi.
Menang WO, adalah satu istilah yang dipakai untuk kemenangan yang diberikan kepada satu peserta lomba karena lawan tidak bisa melanjutkan pertandingan. WO singkatan dari walkover. Istilah ini sering digunakan pada bidang olahraga dan bidang lainnya yang bersifat pertandingan atau pemilihan.
Dalam kemenangan WO, sudah tidak diperlukan lagi pertandingan. Salah satu peserta yang tersisa, langsung ditetapkan sebagai juara atau pemenang. Lomba lari misalnya, kalau calon lain tidak bisa berpartisipasi, maka calon tunggal tidak perlu lari sendirian sampai garis finish. Juri langsung menetapkan sebagai pemenang. Pun begitu pada jenis lomba lainnya.
Nah, kalau Pilkada Banjarbaru dianggap menang WO, kenapa masih ada mencoblosan pada 27 November? Mestinya langsung ditetapkan saja dan dinyatakan calon yang tersisa sebagai pemenang.
Dalam Pilkada tentu tidak dikenal menang WO, sehingga menyamakan kemenangan Pilkada Banjarbaru sebagai bentuk kemangan WO adalah keliru besar, salah kaprah bahkan sesat pikir. Karenanya tidak ada alasan apapun yang bisa diterima, soal keterbatasan waktu meniadakan kotak kosong sebagai alternatif dari ketiadaan lawan calon tunggal.
Bila alasannya tidak sempat karena waktu pencoblosan minus 24 hari, kenapa tidak dilakukan inovasi lain, misal dengan menempel kertas kosong pada calon yang didiskualifikasi pada saat pelipatan surat suara, sehingga kotak kosong tetap dihadirkan sebagai alternatif untuk memilih.
Segala bentuk gugat-menggugat, aksi dan protes dalam Pilkada Banjarbaru, bukan dimaksudkan membela salah satu kontestan. Tapi tujuannya untuk mewaraskan demokrasi, agar tetap cerdas sebagai satu cara dalam mengatur sirkulasi kepemimpinan pada masyarakat modern. Karenanya keputusan yang dibuat harus logis, semata-mata agar demokrasi tetap waras.