Oleh: Noorhalis Majid
Jauh sebelum orang Banjar kenal dengan istilah yang lagi popular sekarang, disebut anak muda dengan ungkapan playing victim, orang Banjar sudah kenal dengan apa yang disebut “piragah marista”.
Waktu itu belum muncul kata playing victim, dia hanya dikenal dalam kurun waktu satu dasawarsa ini. Sebelumnya entah ada dimana kata itu berada. Mungkin belum ditemukan sebagai satu ungkapan, atau ada di tempat lain dan kemudian karena luasnya pengaruh komunikasi, diserap dalam ungkapan orang Indonesia, khusus generasi sekarang.
Playing victim bermakna suatu pola perilaku seseorang yang selalu merasa dirinya sebagai korban dan kemudian menuduh orang lain atas masalah yang terjadi. Tentu ini dapat menjadi bagian dari masalah psikologi karena selalu menyalahkan orang lain, menghindari tanggung jawab, merasa tidak berdaya dan bersikap manipulatif.
Namun hebatnya, kebudayaan Banjar sudah lama punya padanan kata tersebut, yaitu “piragah marista”, bermakna berpura-pura, seolah-olah menderita, teraniaya, terjolimi, padahal dia sendiri pelakunya, biang perbuatannya.
Piragah itu sendiri dimaknai sebagai akting atau lakon, yang seolah-olah, bukan sesungguhnya. Ternyata sejak dulu orang mampu dan dapat berpura-pura memerankan sesuatu yang tidak sebenarnya. Maknanya tentu tidak selalu negatif, tapi mungkin bermasalah secara psikologi. Misal, piragah sugih tapi sebenarnya miskin. Piragah berkuasa, padahal tidak memiliki kuasa serta kewenangan apapun.
Marista sendiri bermakna sedih, dirundung duka nestapa, dan ditimpa kemalangan. Pun bukanlah bermakna negatif, karena tentu banyak orang yang bernasih nyata seperti itu, sedang tidak mendapat keberuntungan, sebaliknya justru kesialan dan penderitaan yang dirasakan.
Ketika kedua kata tersebut dipadukan menjadi “piragah marista”, maka jadilah dia playing victim sebagai mana dipahami orang sekarang. Dan tujuannya tentu saja memanipulasi agar yang semula sebagai pelaku, berbalik mendapat simpatik, perhatian, bahkan dukungan.
Sikap manipulatif seperti ini tentu sangat jahat karena telah berdusta memanipulasi kenyataan yang sebenarnya dan beroleh keuntungan dari simpatik, perhatian serta dukungan. Padahal bisa saja pihak yang benar-benar dirugikan justru semakin teraniaya dan menderita. (nm)