INTERAKSI.CO, Jakarta – Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akhirnya menyatakan sikapnya terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang tengah menjadi sorotan publik.
Melalui kanal YouTube Gita Wirjawan, yang tayang Kamis (19/6/2025), SBY menyampaikan pandangannya secara terbuka.
Meskipun telah pensiun dari dunia politik praktis, SBY mengaku tetap dimintai masukan oleh timnya terkait draf revisi UU TNI yang kini telah disahkan.
“Saya lihat drafnya, kalau draf seperti ini, 80 persen saya tenang, saya senang. Karena tidak ada satu pun jalan menuju ke dwifungsi ABRI lagi,” ujar SBY dalam perbincangan tersebut.
Baca juga: KPK Dalami Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia, Tiga Pejabat BI Diperiksa
Menurut Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu, sebagian besar isi revisi tidak mengarah pada kembalinya peran ganda militer (dwifungsi ABRI) dalam urusan sosial-politik dan kekaryaan sebagaimana di masa Orde Baru.
Namun, SBY tetap mengingatkan adanya sejumlah pasal yang berpotensi menjadi pasal karet, yang menurutnya bisa disalahartikan dan digunakan untuk kepentingan tertentu di masa depan.
“Ini bisa pasal karet, ini bisa pasal abu-abu yang kalau diiyakan dangerous (berbahaya). Saya sampaikan, posisi fraksi Anda, fraksi kita harus jelas. Saya pelaku sejarah, jangan mencoreng nama saya,” tegasnya kepada Fraksi Partai Demokrat.
SBY mengaku juga telah menyampaikan pandangannya langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto terkait potensi bahaya pasal-pasal tersebut. Ia menyambut baik respon Presiden yang menurutnya memahami dan sepakat dengan pandangannya.
“Alhamdulillah, pikiran Pak Prabowo akhirnya sama, dan mengerti pandangan saya,” ucapnya.
Lebih lanjut, SBY menjelaskan alasan dirinya baru berbicara saat ini. Ia mengaku ingin menunggu dan mempelajari secara utuh arah revisi UU TNI, termasuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan pengusul perubahan.
“Saya tidak ingin salah. Sekali ngomong, tidak salah begitu,” jelas SBY.
Sikap hati-hati ini mencerminkan posisi SBY yang dikenal sebagai sosok reformis, terutama dalam konteks hubungan sipil-militer pascareformasi 1998. Ia juga ingin menjaga legacy sebagai tokoh yang turut membidani transformasi TNI menjadi lebih profesional dan netral secara politik.