INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Serial Malaysia “Bidaah” mencuri perhatian sejak penayangan perdananya awal Maret. Ceritanya mengangkat isu sensitif, penipuan berbasis agama dengan poligami sebagai alat manipulasi.

Tokoh utama, seorang pemimpin sekte, memanfaatkan poligami untuk mengontrol istri-istrinya. Alur cerita ini memicu perdebatan publik, hingga muncul pertanyaan: benarkah Islam membenarkan praktik seperti itu?

Dalam Islam, poligami bukan ruang bebas untuk bertindak semena-mena. Justru, syariat menuntut standar keadilan yang sangat tinggi bagi seorang suami yang hendak berpoligami. Keadilan ini mencakup dua aspek, lahir dan batin.

Salah satu contoh konkret adalah pembagian waktu. Seorang suami wajib adil dalam memberi giliran bermalam kepada istri-istrinya.

Ketentuannya jelas, minimal satu malam, maksimal tiga malam berturut-turut. Jika ada perbedaan pendapat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui undian—bukan keputusan sepihak.

Selain itu, meski tidak diwajibkan, perhatian dan kasih sayang juga menjadi aspek penting yang harus dijaga. Keseimbangan emosional antarpasangan sangat dianjurkan demi menjaga harmoni rumah tangga.

Baca juga: Ucapan Idul Fitri Penuh Makna untuk Menyentuh Hati dan Mempererat Silaturahmi

Islam juga menetapkan syarat tertentu bagi istri agar berhak atas giliran: sehat secara fisik, tidak dalam masa haid, tidak nusyuz (durhaka), dan tidak bepergian tanpa izin suami.

Namun, syariat tetap memberikan ruang bagi kemanusiaan: istri yang sakit parah tetap bisa dikunjungi, meski bukan pada gilirannya.

Bahkan saat suami menikah lagi, ada aturan khusus, tujuh malam bagi istri perawan dan tiga malam untuk janda sebelum rotasi normal dimulai.

Dari sini jelas, Islam tidak pernah mendukung penindasan atas nama poligami. Justru, ajaran Islam menekankan keadilan, tanggung jawab, dan kasih sayang sebagai pondasi rumah tangga.

Maka jika ada yang menyalahgunakan agama untuk kepentingan pribadi, itu bukanlah ajaran Islam—melainkan penyimpangan dari nilai-nilai luhur yang dibawanya.

Serial “Bidaah” memang berani mengangkat realita kelam dari praktik menyimpang atas nama agama. Namun sebagai penonton, kita perlu cermat membedakan antara ajaran agama dan penyalahgunaannya.

Author