INTERAKSI.CO, Jakarta – Ongen Ponganan, pemilik akun Twitter @ypaonganan, akhirnya bebas setelah hampir satu dekade mendekam di penjara.

Ia sempat menjadi sorotan publik pada akhir 2015 usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas dugaan penyebaran konten pornografi dan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

Kasus yang menjeratnya berawal dari cuitan di Twitter yang dinilai bermuatan pornografi dan melanggar etika serta hukum yang berlaku.

Ongen dijerat dengan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e UU No. 44/2008 tentang Pornografi serta Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Ancaman hukumannya saat itu tidak main-main: penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp6 miliar.

Baca juga: Menuju Rekonsiliasi: Dua Ketua PWI Sepakat Gelar Kongres Persatuan di Cikarang

Dalam upaya pembelaan, Ongen sempat menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum. Yusril yang kini menjabat sebagai Menko Kumhamimipas kala itu dikenal luas sebagai pakar hukum tata negara dan advokat kondang.

Menariknya, dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ongen sempat dinyatakan tidak bersalah karena kesalahan administrasi pada surat dakwaan yang tidak mencantumkan tanggal pembuatan. Majelis hakim yang dipimpin Nursyam memutuskan dakwaan jaksa batal demi hukum dan Ongen dibebaskan sementara.

Namun, kasusnya tak berhenti di situ. Jaksa memperbaiki administrasi dan proses hukum dilanjutkan. Ongen akhirnya divonis bersalah berdasarkan putusan Nomor 354/Pid.Sus/2016/PN.JKT.SEL.

Upaya banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun gagal, karena putusan tingkat pertama dikuatkan dengan putusan Nomor 157/PID/2016/PT.DKI.

Setelah hampir 10 tahun menjalani hukuman, Ongen kini kembali menikmati kebebasan. Kisahnya menjadi catatan penting tentang konsekuensi dari ekspresi di ruang digital, serta bagaimana perjalanan hukum bisa berliku meski sempat dinyatakan bebas.

Kebebasan Ongen juga menyoroti pentingnya ketelitian dalam penyusunan dakwaan serta akurasi administrasi hukum, yang bisa berdampak besar terhadap nasib seseorang di mata hukum.

Author