INTERAKSI.CO, Banjarbaru – Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) H. Muhidin meluruskan isu terkait dana mengendap sebesar Rp5,165 triliun di perbankan daerah yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa. Muhidin menegaskan informasi tersebut tidak benar.
Dalam konferensi pers di Banjarbaru, Selasa (28/10/2025), Muhidin menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, bukan milik Pemerintah Kota Banjarbaru seperti yang beredar. Kekeliruan terjadi akibat salah input kode Golongan Pihak Lawan (GPL) pada sistem Bank Kalsel.
Kesalahan pencatatan itu membuat 13 rekening milik Pemprov Kalsel dengan total Rp4,746 triliun tercatat sebagai milik Pemko Banjarbaru. Ia menilai pernyataan Menkeu terlalu tergesa-gesa dan tidak melalui verifikasi yang tepat.
“Pernyataan dari Menteri Keuangan itu keliru. Artinya jangan sampai koboy salah tembak, karena ini bukan dana mengendap,” tegas Muhidin.
Baca juga: Penerbangan Internasional Banjarbaru–Jeddah Siap Beroperasi 2026
Ia memaparkan bahwa Rp4,7 triliun tersebut disimpan dalam giro dan deposito, dengan porsi terbesar deposito senilai Rp3,9 triliun. Dana itu merupakan kas sementara sebelum digunakan untuk belanja daerah.
“Justru dari deposito itu kita mendapat bunga 6,5 persen atau sekitar Rp21 miliar per bulan. Ini pendapatan sah daerah,” ujarnya.
Gubernur menyampaikan, hingga akhir September 2025 saldo deposito masih utuh sebesar Rp3,9 triliun. Per 28 Oktober 2025, Pemprov sudah menarik Rp268 miliar untuk kebutuhan belanja, sehingga sisa kas berada di angka Rp4,477 triliun.
Muhidin meminta Kementerian Keuangan segera mengeluarkan klarifikasi resmi agar tidak menimbulkan persepsi negatif terkait pengelolaan keuangan daerah.
“Harapan kami, Pak Menteri segera meluruskan. Karena ini sudah menimbulkan tafsir yang salah di masyarakat,” katanya.
Selain itu, ia meminta manajemen Bank Kalsel melakukan evaluasi internal atas terjadinya kesalahan input yang sempat memicu kegaduhan publik.
Gubernur menegaskan bahwa penempatan kas daerah dalam bentuk deposito merupakan praktik umum untuk mengoptimalkan anggaran sebelum direalisasikan untuk pembangunan.
“Banyak daerah melakukan hal serupa. Ketika dibutuhkan, dana bisa langsung dicairkan,” tandasnya.





