INTERAKSI.CO, Jakarta – Hampir seluruh negara di dunia memperingati 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. Di banyak negara, tanggal ini juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Masyarakat memperingati Hari Buruh untuk menghormati perjuangan para pekerja dalam menuntut hak dan perlindungan kerja yang adil dan layak. Sebelum abad ke-19, masyarakat Amerika Serikat mengenal May Day sebagai perayaan musim semi.

Seiring waktu, May Day berubah menjadi Hari Pekerja Internasional yang memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk pemberlakuan delapan jam kerja sehari. Saat itu, kondisi kerja di Amerika Serikat sangat buruk, terutama di sektor industri. Para pekerja harus bekerja selama 16 jam per hari dengan upah rendah, tanpa jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.

Pada 1886, gerakan pekerja di Amerika Serikat mulai memperjuangkan hak-hak mereka. Pada 1 Mei 1886, ribuan pekerja melakukan mogok kerja demi menuntut delapan jam kerja per hari.

Tiga organisasi pekerja—Knights of Labor, Federation of Organized Trades and Labor Unions, serta International Workingmen’s Association (First International)—mengorganisasi aksi ini.

Aksi mogok dan demonstrasi menyebar ke berbagai kota besar seperti Chicago, New York, dan Boston. Pada 3 Mei 1886, bentrokan antara polisi dan demonstran terjadi di Chicago. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Tragedi Haymarket yang menewaskan empat demonstran dan tujuh polisi. Pemerintah menangkap dan memenjarakan banyak pekerja serta aktivis buruh setelah kejadian itu.

Pada 1889, konferensi internasional di Paris memperingati perjuangan tersebut dan menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Federasi buruh internasional serta kelompok sosialis menetapkan 1 Mei untuk mendukung perjuangan pekerja dan mengenang Tragedi Haymarket. Pada abad ke-20, Uni Soviet secara resmi mengesahkan hari libur ini sebagai Hari Solidaritas Buruh Internasional, yang juga dirayakan di beberapa negara komunis.

Di sisi lain, Amerika Serikat tidak merayakan Hari Buruh pada 1 Mei. Mereka menetapkannya pada Senin pertama bulan September. Pemerintah AS memilih tanggal tersebut untuk menghindari asosiasi dengan kerusuhan 1886. Adapun 1 Mei di AS dikenal sebagai Hari Loyalitas, meskipun tidak dirayakan secara luas.

Sejak saat itu, masyarakat di berbagai negara memperingati Hari Buruh Internasional sebagai simbol perjuangan buruh dalam memperoleh hak yang layak. Hari ini juga menjadi lambang perjuangan untuk kemerdekaan, demokrasi, dan kesetaraan di seluruh dunia.

Di Indonesia, masyarakat memperingati Hari Buruh Internasional pertama kali pada 1 Mei 1920. Serikat buruh dan pekerja saat itu menggelar demonstrasi dan mogok kerja untuk menuntut hak mereka.

Saat itu, Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Para pekerja di sektor perkebunan dan industri mengalami kondisi kerja yang sangat buruk, termasuk eksploitasi, upah rendah, dan tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini mendorong buruh dan serikat pekerja memperjuangkan hak mereka.

Peringatan Hari Buruh sempat dihentikan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto karena dianggap berbau paham komunis. Meskipun demikian, selama Orde Baru, buruh tetap melancarkan protes, walau tidak masif. Isu yang diangkat seputar tuntutan upah layak, cuti haid, dan upah lembur.

Memasuki era reformasi, peringatan Hari Buruh kembali marak di berbagai kota. Para buruh menuntut peningkatan kesejahteraan dan penghapusan sistem kerja alih daya. Presiden BJ Habibie, sebagai presiden pertama di masa reformasi, meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 tentang kebebasan berserikat.

Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh sebagai hari libur nasional. Sejak itu, setiap tanggal 1 Mei menjadi momen bagi para buruh untuk menyuarakan hak mereka, mulai dari tuntutan pembayaran upah tepat waktu, jam kerja yang manusiawi, hak cuti, hingga Tunjangan Hari Raya (THR) yang masih dinikmati hingga kini.

 

Author