INTERAKSI.CO, Jakarta — Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan memastikan akan melakukan penyesuaian signifikan dalam Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun 2026.
Terutama terkait anggaran rapat dan tunjangan komunikasi untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pejabat negara.
Dalam Media Briefing pada Selasa (4/6/2025), Direktur Sistem Penganggaran DJA, Lisbon Sirait, menyampaikan terdapat empat poin utama perubahan dalam SBM 2026 yang menandai arah kebijakan efisiensi dan realokasi anggaran.
Baca juga: Prabowo Luncurkan Stimulus Rp24 Triliun untuk Stabilitas Ekonomi
1. Uang Pulsa Dihapus
Kebijakan pemberian uang pulsa yang sempat diberlakukan selama masa pandemi resmi dihapus mulai 2026. Menurut Lisbon, insentif pulsa dianggap tidak lagi relevan karena situasi pandemi sudah berakhir dan aktivitas kerja telah kembali normal.
“Saat ini sudah tidak ada pembatasan fisik seperti masa pandemi, jadi pemberian uang pulsa sudah tidak diperlukan lagi,” ungkap Lisbon.
2. Uang Saku Rapat Dihentikan Total
Pemerintah juga menghentikan uang harian rapat untuk kegiatan fullday meeting atau pertemuan delapan jam tanpa menginap. Langkah ini melanjutkan kebijakan sebelumnya, di mana uang saku rapat setengah hari telah dihapus lebih dahulu pada SBM 2025.
Dengan demikian, mulai 2026, seluruh bentuk rapat tanpa menginap tidak lagi disertai pemberian uang saku harian bagi peserta.
3. Pemangkasan Honorarium Pengelola Keuangan
Kementerian Keuangan juga memangkas anggaran honorarium pengelola keuangan di seluruh kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp300 miliar, atau sekitar 38 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya.
Pemangkasan ini merupakan bagian dari penyederhanaan struktur biaya internal serta efisiensi pengelolaan anggaran operasional.
4. Uang Harian untuk Mahasiswa Magang
Sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan SDM muda, SBM 2026 mengatur pemberian uang harian sebesar Rp57 ribu per hari untuk mahasiswa yang mengikuti program magang di instansi pemerintah.
Namun, realisasi insentif ini bergantung pada alokasi anggaran masing-masing K/L.
Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjalankan anggaran negara yang efisien, transparan, dan akuntabel, tanpa mengurangi produktivitas birokrasi.
Dengan penghapusan tunjangan non-esensial, Kemenkeu berharap anggaran negara dapat dialihkan ke sektor yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan ketahanan ekonomi.