INTERAKSI.CO, Banjarbaru – Gempa megathrust diprediksi akan terjadi di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan peristiwa yang bakal memicu tsunami ini tinggal menunggu waktunya saja.

Lantas, apa itu gempa megathrust?

Dalam rilisnya, BMKG menyebut ada kekhawatiran dari ilmuwan Indonesia terhadap Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9. Pasalnya, dua megathrust tersebut sudah lama tidak melepaskan energi besarnya.

Gempa bumi megathrust adalah gempa bumi yang berasal dari zona megathrust. Menurut BMKG, megathrust adalah bagian dangkal suatu lajur pada zona subduksi yang mempunyai sudut tukik yang landai.

Megathrust merupakan daerah pertemuan antar lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa besar dan tsunami. Para pakar memperkirakan megathrust bisa ‘pecah’ secara berulang, namun dengan jeda hingga ratusan tahun.

Baca juga: Kloter Kedua, 264 Eksavator Orderan Jhonlin Group dari China Tiba di Indonesia

Baca juga: Sabar Ya, Bypass Banjarbaru – Batulicin Ditutup Sementara

Zona megathrust adalah istilah untuk menyebut jalur subduksi lempeng bumi yang sangat panjang, tapi relatif dangkal. Gempa megathrust digambarkan dengan menumpuknya lempeng bumi, di mana lempeng di bawah mendorong lempeng di atasnya.

Sebenarnya, zona megathrust sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antarlempeng, yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.

Jika terjadi gempa, bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting). Gempa dalam skala besar yang terjadi di laut ini, kemudian memicu tsunami.

Ada tiga zona megathrust di Indonesia yang termasuk dalam zona subduksi aktif. Yaitu subduksi Sunda mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba. Lalu ada subduksi Banda, subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.

Juga ada tiga segmentasi megathrust di Samudra Hindia selatan Jawa. Segmentasi megathrust tersebut, yaitu segmen Jawa Timur, segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M 8.7, yang artinya zona megathrust menyimpan potensi gempa besar.

Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan ada kekhawatiran terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9. Pasalnya, zona sumber gempa potensial, namun belum mengalami gempa besar dalam kurun waktu ratusan tahun lalu.

“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” jelas Daryono dalam keterangannya, dikutip dari detikcom, Selasa (13/8/2024).

Baca juga: Pemprov Kalsel Resmikan Bypass Banjarbaru – Batulicin pada 24 Agustus 2024

Baca juga: Menyambut Porwanas Kalsel: Tak Hanya Olahraga, Tapi Juga Promosi Wisata dan Budaya

Dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 disebutkan, segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali gempa lebih dari ratusan tahun lalu. Megathrust Selat Sunda sepanjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun.

Megathrust Selat Sunda tercatat pernah ‘pecah’ pada 1699 dan 1780 dengan M 8.5. Sementara MegathrustMentawai-Siberut yang mempunyai panjang 200 km dan lebar 200 km, serta slip rate 4 cm per tahun, pernah gempa M 8.7 pada 1797 dan M 8.9 pada 1833.

Meski begitu, Daryono meminta masyarakat tidak khawatir karena BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi gempa bumi, serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai upaya antisipasi dan mitigasi.

BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), yang bisa digunakan untuk segera menyebarluaskan informasi mengenai gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, BMKG juga telah melakukan berbagai upaya mitigasi lainnya seperti memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, hingga evakuasi dengan berbasis pemodelan tsunami. Upaya mitigasi ini disampaikan kepada instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, hingga industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai.

“Kami berharap melalui upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut bisa menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” pungkas Daryono.

Author