INTERAKSI.CO, Jakarta – Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Dalam proyeksi terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios), setidaknya 1,2 juta tenaga kerja di berbagai sektor terancam kehilangan pekerjaan akibat merosotnya ekspor ke pasar AS.
Direktur Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa kebijakan Trump akan secara signifikan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika. Dengan mengacu pada model perhitungan IMF, kenaikan tarif 1% berpotensi menurunkan permintaan hingga 0,8%.
“Kami perkirakan ekspor ke AS bisa turun antara 20% hingga 24% per jenis produk. Itu bisa berdampak pada sekitar 1,2 juta pekerja,” ujar Nailul kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).
Baca juga: Isu Pangkalan Militer Rusia di Papua: Spekulasi Geopolitik atau Ancaman Netralitas Indonesia?
Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi yang paling rentan terkena dampak. Sekitar 191.000 tenaga kerja di sektor ini berisiko kehilangan pekerjaan. Sektor ini sangat tergantung pada ekspor ke AS, terutama untuk produk garmen dan fashion ready-to-wear.
Dampak Merambat ke Sektor Lain
Tak hanya sektor formal, sektor informal seperti petani pemasok bahan baku industri makanan dan minuman juga disebut akan terdampak.
Sektor kimia dasar dan minyak nabati, terutama Crude Palm Oil (CPO), ikut masuk dalam daftar sektor terancam. Nailul menyebutkan, sekitar 28.000 pekerja sektor CPO dapat terdampak PHK akibat penurunan permintaan dari pasar AS.
Menurut Nailul, salah satu masalah utama adalah ketidaksiapan Indonesia untuk segera mengalihkan tujuan ekspor ke negara lain.
“Ketika permintaan turun, produksi ikut ditekan. Perusahaan akan melakukan rasionalisasi produksi, yang akhirnya berdampak pada pengurangan tenaga kerja,” tegasnya.
Efek Domino terhadap Ekonomi Nasional
Nailul mengingatkan bahwa efek dari kebijakan ini bisa menciptakan efek domino terhadap daya beli, konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Apalagi pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan persyaratan teknis impor (pertek), yang justru bisa semakin memperlemah sektor industri dalam negeri.
Jika tidak ada langkah perlindungan industri, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bisa turun ke kisaran 4,3%-4,1% pada 2025.