INTERAKSI.CO, Jakarta – Film dokumenter “Kulminasi Misbach Tamrin” yang mengisahkan perjalanan sang maestro seni rupa dan mantan tahanan politik (eks tapol) diputar di Madani Film Festival 2025.

Penayangan ini digelar pada Kamis (9/10/2025) di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Film produksi Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) Banjarbaru ini mengangkat tema “Kulminasi: Jejak dan Perjalanan Eks Tapol Maestro Seni Rupa Indonesia”.

Acara pemutaran sangat spesial, sebab dihadiri langsung oleh sang maestro, Misbach Tamrin, serta ketua tim riset film, Hudan Nur.

Penayangan film ini tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga ruang refleksi atas jejak artistik dan perlawanan kultural yang lahir dari tekanan masa lalu.

Setelah pemutaran, sesi diskusi interaktif digelar dengan narasumber Misbach Tamrin, Hudan Nur, dan kolektor karya Misbach Tamrin, E.Z. Halim.

Dalam sesi diskusi, E.Z. Halim menyoroti bagaimana tekanan hidup justru mampu melahirkan karya-karya besar.

“Secara umum seni rupa Indonesia didominasi oleh aliran kiri. Mereka menjadi besar karena pengalaman, bukan semata ideologi. Seperti Picasso, tekanan justru memunculkan potensi luar biasa,” ungkap Halim.

Menurutnya, seniman bisa melampaui batas potensi ketika berada dalam kondisi tertekan.

Misbach Tamrin kemudian berbagi pengalaman personalnya. Ia menyampaikan bahwa semangat berkarya, termasuk saat berada dalam tekanan sebagai eks tapol, tumbuh dari kebutuhan hidup dan dukungan para kolektor.

“Amrus Natalsya pernah berkata, ‘lukislah sebaik-baiknya, apapun temanya, karena dengan sepenuh hati karya itu akan menjadi rezeki’. Peran kolektor seperti Pak Halim sangat berarti bagi kami,” ujar Misbach.

Misbach Tamrin sendiri merupakan salah satu pentolan Sanggar Bumi Tarung, yang sezaman dengan maestro lain seperti Amrus Natalsya dan Djoko Pekik.

Ia juga menambahkan bahwa sebagian besar karya Sanggar Bumi Tarung kini terpelihara berkat koleksi E.Z. Halim.

Diskusi semakin hidup dengan pertanyaan dari peserta. Menanggapi pertanyaan mengenai rahasia semangat hidupnya di usia 65 tahun, Misbach memberikan kunci sederhana namun mendalam.

“Kuncinya semangat. Orang tua perlu belajar dari anak muda agar semangat tetap menyala, dan anak muda perlu belajar dari pengalaman orang tua agar semangatnya terarah,” tuturnya.

Ketika ditanya soal masa penahanannya di era Orde Baru, Misbach mengungkapkan bahwa pengalaman bersama Sanggar Bumi Tarung menjadi fondasi penting.

“Di penjara, kami saling belajar, bertukar pengalaman, dan memperkuat keterampilan. Dari sanalah gaya realisme dalam lukisan saya mencapai bentuk maksimal,” katanya.

Sebagai penutup, Misbach Tamrin juga membocorkan rencana pameran tunggalnya bertajuk “Rindang Banua” di Taman Budaya, Banjarmasin pada November 2025 mendatang.

Pameran tersebut akan memajang karya-karya terbarunya yang terinspirasi dari keindahan alam Kalsel.

Author