INTERAKSI.CO, Hollywood – Industri film global, khususnya Hollywood, tengah menghadapi badai yang datang dari dua arah: perang tarif antara Amerika Serikat dan China serta semakin masifnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam produksi film.

Dampaknya bukan hanya pada penurunan pendapatan dari pasar luar negeri, tetapi juga pada nasib ribuan kru film yang terancam kehilangan pekerjaan.

China selama ini menjadi pasar penting bagi film-film blockbuster Hollywood. Namun, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan AS sebagai bagian dari strategi proteksionisme membuat ekspor film ke China ikut terhambat. Hal ini menyebabkan potensi penonton dan pemasukan dari pasar Asia merosot drastis.

Di sisi lain, kemajuan teknologi AI menimbulkan tantangan tersendiri. Banyak rumah produksi mulai mengganti peran kru kreatif dengan kecerdasan buatan demi memangkas biaya produksi. Hal ini menciptakan keresahan di kalangan sineas, terutama para pekerja di bidang visual efek (VFX).

Baca juga: Perang Dagang Memanas Lagi: Amerika vs China, Dunia Kembali di Ambang Krisis Ekonomi

Sutradara legendaris James Cameron mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren ini. Dalam podcast “Boz to the Future”, ia mengatakan bahwa para sutradara kini ditekan untuk menurunkan biaya produksi, terutama dalam penggunaan VFX.

Cameron bahkan bergabung dalam dewan direksi Stability AI—pengembang Stable Diffusion—untuk mencari solusi etis yang tetap bisa menyelamatkan pekerjaan para seniman VFX.

“Jika kita ingin terus menikmati film seperti Dune atau Avatar yang sarat efek visual, maka harus ada kerja sama kolektif untuk menekan biaya tanpa mengorbankan para pekerja,” tegas Cameron.

Senada dengan itu, Michael Bay juga menyesalkan situasi industri film saat ini. Menurutnya, proses produksi film yang dulunya dinamis kini berubah menjadi lamban dan birokratis.

“Dulu, kami bisa duduk bersama, membahas ide, dan keluar dari ruangan dengan proyek yang langsung diberi lampu hijau. Sekarang? Semuanya tertunda dan penuh keraguan,” kenangnya.

Kondisi ini menandakan bahwa Hollywood sedang berada di persimpangan jalan. Jika tidak segera menemukan jalan tengah antara efisiensi dan keberlangsungan tenaga kerja kreatif, maka masa depan industri film berisiko kehilangan ruhnya.

Author