Penyair Ali Syamsuddin Arsi, Arsyad Indradi dan Bung Fakhruddin memberi kesaksian bahwa Kilang Sastra Batu Karaha memang komunitas sastra pertama di Kota Banjarbaru.

INTERAKSI.CO, Banjarbaru — Lampu lilin itu memberi cahaya ke lembar-lembar kertas yang berisi puisi dari sejumlah penyair yang tergabung dalam Kilang Sastra Batu Karaha, komunitas sastra pertama di Banjarbaru yang berdiri pada 1996.

Ya, ketika memasuki gerbang Kantor Disporabudpar Banjarbaru, para pegiat seni akan melihat cahaya tengah menerangi sejumlah karya puisi penyair dari Kilang Sastra Batu Karaha. Di sana, terdapat puisi karya Sri Supeni, Eza Thabry Husano, Hamami Adaby, dan Rifani Djamhari. Semuanya sudah almarhum. Ada pula karya milik Syarkawi dan tokoh penyair lainnya.

Dalam momentum itu, penyair Ali Syamsuddin Arsi, Arsyad Indradi, dan Bung Fakhruddin memberi kesaksian bahwa Kilang Sastra Batu Karaha memang komunitas sastra pertama di Kota Idaman. Hal itu mereka sampaikan di depan panggung Tadarus Puisi dan Silahturahmi Sastra (TPSS) XIX Kota Banjarbaru, pada Minggu (16/3) dini hari.

Malam itu, Penyair Arsyad Indradi memulai cerita bahwa komunitas tersebut sudah menerbitkan karya pada awal-awal terbentuk. Sejumlah karya tersebut antara lain Rumah Hutan Pinus, Gerbang Pemukiman, Narasi Matahari, Bulan Ditelan Kutu hingga Kugadaikan Luka.

Namun, penyair Arsyad Indradi lupa, siapa saja yang terlibat pada karya-karya yang diterbitkan selanjutnya. Dia hanya ingat bahwa dirinya ikut dilibatkan dalam proses tersebut.

Tapi, daya ingat rekannya, Bung Fakhruddin, rupanya lebih bagus. Dia masih ingat secara detail perjalanan komunitas itu.

“Kilang Sastra Batu Karaha ini didirikan sejak 15 Desember 1996, sebenarnya itu sebelumnya dari bermula terbitan antologi Rumah Hutan Pinus. Itu kumpulan para penyair yang ada di Banjarbaru,” cerita Bung Fakhruddin di atas panggung.

Hal itu bermul dari gagasan sosok Eza Thabry Husano yang turut diikuti delapan penyair Banjarbaru. Berawal dari pembicaraan tentang antologi bersama baru kemudian wacana pendirian komunitas itu muncul.

Kemudian, Penyair Ali Syamsuddin Arsi menjawab terkait makna dari setiap kata yang terdapat dalam komunitas tersebut. Pertama, istilah kilang diambil karena seperti industri besar pengolahan minyak bumi.

“Istilah kilang mungkin diambil seperti kilang minyak, ya, sumber bumi. Dan informasi yang ulun (saya) dapat dari Eza Thabry Husano bahwa karaha itu batu dari lapisan dalam pendulangan,” ungkap Asa, sapaan akrabnya.

Asa menerangkan pendulangan itu sangat erat dengan Banjarbaru, karena terdapat wilayah Cempaka sebagai tempat penghasil intan. Jadi, makna Karaha (Karat) yakni lapisan bumi yang paling keras, sehingga diambillah arti tersebut sebagai landasan komunitas untuk berkarya.

“Filosofinya ini harus dibongkar karena biar mendapatkan sesuatu di dalamnya. Karena makna Batu Karaha, sebagaimana seseorang mendapatkan itu harus bekerja keras,” jelas Asa, pendiri Kindai Seni Kreatif itu.

Dari situ Asa berpandangan makna dari komunitas itu agar setiap penyairnya dapat bertahan dalam dunia sastra, baik itu semangat, motivasi, dedikasi hingga loyalitas.

Asa menekankan dari filosofi itu bahwa segala sesuatunya harus dikerjakan. Dari tema ini, kesepakatan panitia TPSS XIX agar masyarakat sastra di Kalsel dapat berpuisi terus dalam melakukan sesuatu ke depan.

“Tema Kilang Sastra Batu Karaha, kenapa diangkat? Karena sebuah semangat, terus menerus berpuisi dan itu ada hal-hal lain, berefek untuk ke depan. Jadi perjalanan hidup seseorang juga berdampak nanti,” pungkasnya.

 

Komunitas Sastra Banjarbaru. Foto-Rahim Arza
Tadarus Puisi dan Silahturahmi Sastra (TPSS) XIX Kota Banjarbaru, Minggu (16/3) dini hari.. Foto-Rahim Arza

Sementara penyair Ariffin Noor Hasby hanya duduk tersenyum dan menyimak semua cerita yang dipaparkan ketiga sahabatnya tersebut. Pada pembukaan, Plt. Kepala Disporabudpar Banjarbaru, Sri Lailana, melakukan pemukulan gong, sebagai tanda dimulainya acara.

“Saya mewakili Wali Kota Banjarbaru mengucapkan terima kasih kepada Dewan Kesenian Banjarbaru yang berkolaborasi dengan Disporabudpar Banjarbaru untuk memeriahkan Tadarus Puisi ke-19 ini,” ungkap Sri tersenyum.

Sri memandang Tadarus Puisi ini merupakan ruang komunikasi antarseniman dari kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Selain sebagai peningkatan ekspresi dan pemahaman kondisi, menurutnya, kegiatan ini sekaligus sebagai bentuk refleksi dan eksplorasi nilai dalam puisi.

Sri berharap pertemuan para penyair ini dapat menguatkan silahturahmi dan mampu mengembangkan kreativitas dalam berpuisi. Apalagi baca puisi di Bulan Ramadan, baginya, itu dapat meningkatkan nuansa spritual bagi sesama.

“Kedalaman membaca dan pemahaman puisi itu akan lebih terasa dalam kegiatan Tadarus Puisi ini. Semoga dapat lebih memasyarakatkan seni sastra,” tandasnya.

Malam itu tampak hadir Ketua Dewan Kesenian Kalimantan Selatan, Taufik Arbain, Ketua DK Banjarmasin, Hajriansyah, Ketua DKD Batola, Bajau Malela dan sebagainya.

Karya-karya dari Kilang Sastra Batu Karaha itu dipentaskan oleh sejumlah sanggar dari perwakilan Dewan Kesenian masing-masing daerah. Semakin larut malam, semakin intim suasana Tadarus Puisi ke-19 yang ditutup oleh Ugahari.

Penulis: M Rahim Arza

 

Author