INTERAKSI.CO, Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa pertunjukan seni atau ekspresi publik, termasuk penggunaan sound horeg, tetap mendapatkan perlindungan hak cipta. Namun, perlindungan ini tidak berarti bebas tanpa batas.
“Sound horeg sebagai bagian dari ekspresi seni tetap harus tunduk pada norma agama, sosial, dan hukum. Bila menimbulkan gangguan atau pelanggaran, maka dapat dikenakan pembatasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” tegas Dirjen KI Razilu, Jumat (18/7).
Pernyataan ini merespons terbitnya Fatwa MUI Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025, yang menyebut penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan dan muatan maksiat sebagai haram.
Fatwa itu juga merekomendasikan agar Kemenkumham menunda penerbitan legalitas terkait sound horeg, termasuk perlindungan kekayaan intelektual, sampai ada penyesuaian terhadap norma hukum dan agama.
Baca juga: Cara Dapat Dana PIP 2025 Tanpa Daftar: Ini Penjelasan Resmi Kemendikdasmen dan Syarat Lengkapnya
Razilu menjelaskan bahwa Pasal 50 UU Hak Cipta melarang penyebarluasan ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, dan keamanan nasional.
“Fatwa MUI Jatim pun tidak serta-merta melarang penggunaan sound horeg secara menyeluruh. Aktivitas tersebut masih diperbolehkan selama dilakukan dalam batas wajar dan bertujuan positif, seperti untuk resepsi, pengajian, atau kegiatan sosial,” lanjutnya.
Seiring meningkatnya penggunaan sound horeg di tengah masyarakat, DJKI mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk segera menyusun regulasi teknis berupa Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Pemerintah (PP) guna mengatur perizinan dan pelaksanaannya secara rinci.
“Koordinasi antarinstansi sangat penting agar sound horeg digunakan sesuai dengan koridor hukum dan etika,” kata Razilu.
DJKI juga menekankan bahwa penyelenggara acara sound horeg yang menggunakan karya musik berhak cipta untuk kepentingan komersial wajib mengurus perizinan dan membayar royalti kepada pemilik hak.
Sementara itu, Fatwa MUI Jatim mengatur bahwa penggunaan sound horeg harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
Volume suara dijaga dalam batas kewajaran
-
Tidak mengganggu kesehatan atau hak orang lain
-
Tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan yang berlaku
-
Harus dimanfaatkan untuk kegiatan yang membangun
Jika terbukti merugikan pihak lain, pengguna sound horeg wajib memberikan ganti rugi.
Sebagai tindak lanjut, Kanwil Kemenkumham Jawa Timur telah menggelar koordinasi dengan MUI Jatim pada 16 Juli 2025 guna menyamakan persepsi serta menyusun langkah strategis ke depan.