INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Memeriahkan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Kalsel, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar Summit Nasional Media Massa yang mengangkat tema “Media Sustainability di Era Kecerdasan Buatan: Media Massa Menjawab Tantangan Disrupsi Teknologi dan Rangkaian Perubahan Besar yang Mengikutinya,” pada Sabtu (8/2) di Hotel Aria Barito, Banjarmasin.
Sejumlah tokoh pers nasional menjadi narasumber dalam diskusi yang dimanfaatkan ratusan peserta untuk menggali dan bertukar pikiran terkait banyak hal yang saat ini tengah dihadapi media massa, khususnya perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Dipandu moderator berpengalaman Christina Chelsia Chan, yang juga Dosen Hukum Media UNIKA Atma Jaya, kegiatan kali ini menghadirkan empat narasumber, antara lain M. Royan (Pemimpin B. Post), Primo Rizky (Head of Group WIR), Dr. Suprapto (Ketua Komite TJPDMJB), dan Dahlan Iskan, tokoh pers nasional yang juga Pendiri Disway.
Di hadapan peserta, Pemimpin Banjarmasin Post, M. Royan, menceritakan perjalanan salah satu media cetak ternama di Kalsel, yakni Banjarmasin Post.
Menurut Royan, tantangan saat ini adalah bagaimana media cetak harus tetap bertahan dan tetap hadir sebagai media mainstream lokal di Kalsel.
“Kita tetap harus berjuang menghadapi tantangan zaman. Kemajuan teknologi kita jadikan sebagai sarana yang harus kita adaptasi,” terangnya.
Di tengah gempuran teknologi, Royan mengakui adanya penurunan oplah media konvensional.
Namun, hal itu menjadi tantangan besar seperti Artificial Intelligence (AI) yang terus berkembang dengan cepat.
“Kita tidak perlu takut dengan AI. Cetak boleh turun, tapi tetap tidak hilang,” ucapnya.
Sementara itu, tokoh pers nasional Dahlan Iskan menilai bahwa dengan atau tanpa AI, media tetap harus hidup. Namun, ada beberapa hal yang menurutnya perlu diperhatikan oleh media karena saat ini ada beberapa perubahan yang harus dilakukan, antara lain dampak penyakit media sosial (medsos), yaitu tulisan pendek yang membuat orang berpikir dangkal.
Selanjutnya, Dahlan Iskan menerangkan apakah tulisan wartawan masih relevan dengan masyarakat dan apa makna tulisan bagi kepentingan umum, sebab saat ini tulisan lebih banyak untuk kepentingan pribadi.
“Wartawan tidak boleh lagi menulis panjang. Selanjutnya, dulu wartawan menulis untuk kepentingan umum, sekarang tulisan Anda untuk kepentingan pribadi lebih menonjol. Terakhir, apakah Anda bisa mencari uang?” jelasnya.
Lebih jauh, Dahlan Iskan mengatakan bahwa di era platform digital saat ini, yang terpenting adalah kemampuan mencari uang.
“Saat ini kecenderungan kawan-kawan wartawan tidak mau lagi bekerja untuk perusahaan media, tetapi lebih tertantang untuk bekerja di perusahaan media sendiri,” pungkasnya.