INTERAKSI.CO, Banjarbaru – Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki tahun ketiga pada Senin (24/2/2025). Posisi Kyiv semakin tidak pasti setelah dukungan dari Amerika Serikat (AS), sekutu utamanya, mulai dipertanyakan.
Presiden AS Donald Trump memperkeruh situasi dengan mengkritik keras Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Trump secara terbuka menyebut Zelensky sebagai “diktator yang tidak populer” dan mendesaknya segera membuat kesepakatan damai untuk mencegah hilangnya Ukraina.
Sebaliknya, Zelensky menuduh Trump hidup dalam “gelembung disinformasi”, yang memperlihatkan ketegangan yang semakin tajam di antara kedua pemimpin.
Lebih dari sekadar perang kata-kata, Washington kini bernegosiasi langsung dengan Rusia tanpa melibatkan Ukraina. Pertemuan rahasia di Arab Saudi pekan lalu menandai perubahan kebijakan AS yang mengejutkan.
Dukungan AS yang Goyah
AS menegaskan tidak akan mengirim pasukan untuk menjamin keamanan Ukraina jika tercapai kesepakatan damai. Keputusan ini memaksa Eropa memikul beban pertahanan Ukraina, meski mereka kemungkinan kesulitan tanpa dukungan penuh Washington.
Menghadapi situasi genting, Zelensky menghubungi lebih dari selusin pemimpin Eropa sejak Jumat untuk memperkuat dukungan dan mencari solusi di tengah ketidakpastian sikap AS.
Banyak pemimpin Eropa terkejut dengan langkah Trump dan khawatir terhadap dampaknya bagi stabilitas Ukraina. Sejumlah pemimpin bahkan berencana mengunjungi Kyiv untuk memperingati tahun keempat perang paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II.
Sementara itu, Trump terus mendesak Ukraina menggelar pemilu di tengah perang. Tuntutan ini sejalan dengan narasi Rusia yang berupaya melemahkan legitimasi kepemimpinan Zelensky.
Menanggapi desakan tersebut, Zelensky menawarkan pengunduran dirinya sebagai bagian dari kesepakatan damai. Ia bahkan bercanda bahwa dirinya bisa menukar jabatan dengan keanggotaan Ukraina di NATO.
Harga yang Dibayar Ukraina
Menurut Reuters, sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, ribuan warga Ukraina tewas, dan lebih dari enam juta orang menjadi pengungsi di luar negeri.
Meski korban di medan perang tetap menjadi rahasia militer, intelijen Barat memperkirakan ratusan ribu tentara dari kedua belah pihak telah tewas atau terluka.
Di seluruh Ukraina, dampak perang terlihat jelas. Pemakaman militer menjadi pemandangan umum di kota-kota besar dan desa terpencil. Sirene serangan udara kerap membangunkan warga di malam hari, menjadikan kehidupan normal terasa semakin jauh. Perekonomian pun terpuruk, sementara ketidakpastian bantuan luar negeri menambah kekhawatiran masa depan.
Di garis depan, tentara Ukraina menghadapi pasukan Rusia yang unggul dalam jumlah. Ketahanan mereka kini diuji oleh kelelahan psikologis dan berkurangnya pasokan senjata akibat ketidakpastian bantuan AS.
Evhen Kolosov, kepala medis Brigade Spartan di timur Ukraina, menyatakan bahwa banyak tentara mengalami kelelahan ekstrem. “Mereka tetap berjuang, tetapi yang bertempur sejak hari pertama sangat lelah, terutama secara mental. Ini perang. Siapa bilang akan mudah?” katanya.
Peran China dan India
Di tengah dinamika politik yang cepat berubah, Ukraina berusaha memperluas hubungan diplomatik dengan negara-negara di luar Barat, termasuk China dan India.
Pavlo Klimkin, mantan Menteri Luar Negeri Ukraina (2014–2019), menilai Zelensky harus menjaga hubungan strategis dengan AS, memperkuat kemitraan dengan Eropa, dan membangun jaringan dengan kekuatan besar lainnya.
Klimkin yakin hubungan dengan Washington belum mencapai titik krisis. “Badai pasti berlalu. Namun, penting untuk tidak memperburuk situasi,” ujarnya.
Ia juga meragukan kemungkinan tercapainya perjanjian damai yang adil dan langgeng tahun ini, meski kesepakatan gencatan senjata mungkin saja terjadi.
Kesepakatan ‘Rahasia’
Isu kesepakatan ekonomi besar-besaran turut mewarnai hubungan AS-Ukraina. Pemerintahan Trump diduga menekan Kyiv agar memberikan akses luas bagi perusahaan-perusahaan AS terhadap kekayaan mineral Ukraina, seperti lithium, titanium, dan sumber daya langka lainnya.
Trump bahkan meminta ratusan miliar dolar sebagai “pengembalian” atas bantuan yang telah diberikan AS. Namun, Zelensky menolak menandatangani rancangan awal kesepakatan bulan ini karena menganggapnya merugikan Ukraina dan tidak memberikan jaminan keamanan yang jelas.
Meski begitu, Trump mengklaim bahwa kesepakatan tersebut hampir final, meskipun rincian pastinya belum diketahui.
Reuters melaporkan bahwa negosiator AS sempat mengancam akan memutus akses Ukraina ke Starlink, sistem internet satelit milik Elon Musk, yang menjadi tulang punggung komunikasi militer Kyiv.
Oleksandr Merezhko, ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Ukraina, mengatakan bahwa Kyiv harus memainkan “permainan politik” dengan cermat. “Kita harus cerdas dalam memainkan permainan ini—tidak mengorbankan kepentingan kita, tetapi tetap menjaga hubungan dengan Trump,” ujarnya.