INTERAKSI.CO, Washington – Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan ancaman kebijakan perdagangan agresif. Kali ini, ia menargetkan negara-negara BRICS dengan rencana pengenaan tarif impor sebesar 10 persen, jika dirinya kembali berkuasa.

“Ketika saya mendengar tentang kelompok BRICS ini… saya akan menyerang mereka dengan sangat, sangat keras. Dan jika mereka benar-benar terbentuk, itu akan segera berakhir,” ujar Trump dalam pidatonya, Jumat (18/7/2024), dikutip dari Reuters.

Meskipun tidak menyebut negara secara spesifik, Trump mengindikasikan bahwa semua anggota BRICS, termasuk anggota baru seperti Iran dan Indonesia, tidak akan luput dari kebijakan tarif tersebut.

Baca juga: PBB Ungkap Dugaan Eksekusi dan Penjarahan di Suwayda Suriah, Pasukan Pemerintah Ditarik

BRICS kini beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, dan sejumlah negara yang baru bergabung seperti Iran, Ethiopia, Mesir, Uni Emirat Arab, serta Indonesia.

Kelompok ini kerap dipandang sebagai kekuatan tandingan dari forum global seperti G7 dan G20, terutama karena besarnya cadangan komoditas dan upaya memperkuat perdagangan non-dolar.

Trump juga secara khusus mengumumkan tarif 50 persen untuk Brasil yang akan diberlakukan mulai Agustus 2025, menyusul penyelidikan terhadap dugaan praktik perdagangan tidak adil.

Jika kebijakan ini diterapkan, Indonesia sebagai negara eksportir besar ke AS berisiko terdampak langsung. Komoditas utama seperti batu bara, karet, nikel, minyak sawit olahan, serta produk tekstil dan elektronik ringan berpotensi mengalami tekanan biaya tambahan akibat tarif yang lebih tinggi.

Dengan kurs 1 USD = Rp16.314,15, maka tarif 10 persen setara dengan Rp1.631 biaya tambahan per dolar nilai ekspor. Beban ini dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar Amerika.

Trump menuduh BRICS mencoba melemahkan dominan dolar AS, terutama melalui rencana alternatif pembayaran antarnegara seperti BRICS Pay, dan proposal (yang kini dibatalkan) pembentukan mata uang bersama.

Dalam pernyataannya, ia juga menegaskan kembali penolakannya terhadap mata uang digital bank sentral (CBDC) di Amerika Serikat.

“Saya tidak akan pernah mengizinkan pembentukan mata uang digital bank sentral di Amerika,” tegasnya.

Sejumlah pemimpin BRICS membantah tuduhan Trump. Namun dalam pertemuan puncak tahun lalu di Brasil, anggota BRICS memang menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan luar negeri dan ekonomi AS yang dianggap unilateral dan proteksionis.

Ancaman ini menambah ketegangan geopolitik global, serta membuka potensi perang dagang jilid baru yang bisa memicu penurunan volume perdagangan internasional, terutama dari negara berkembang seperti Indonesia.

Author