INTERAKSI.CO, Amerika Serikat – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang kebijakan perdagangan global dengan rencana mengenakan tarif 100 persen untuk film-film asing.

Langkah ini diambil untuk menyelamatkan industri perfilman dalam negeri yang disebutnya tengah terpuruk, serta untuk meredam apa yang ia sebut sebagai “propaganda asing”.

“Film asing adalah alat propaganda negara lain. Ini merupakan ancaman bagi keamanan nasional,” tulis Trump melalui platform Truth Social, dikutip Reuters pada Minggu (4/5/2025).

Trump telah menginstruksikan Departemen Perdagangan AS untuk memulai penerapan tarif tersebut. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan proses itu sudah berjalan.

Baca juga: Kebakaran Hutan di Israel Padam setelah 30 Jam, Penyebab Masih Diselidiki

Sejak dilantik pada Januari lalu, Trump gencar mendorong kebangkitan Hollywood.

Ia bahkan menunjuk sejumlah veteran industri film seperti Jon Voight, Sylvester Stallone, dan Mel Gibson untuk menghidupkan kembali kejayaan layar lebar AS. Seruan “FILM BUATAN AMERIKA, LAGI!” menggema sebagai bentuk proteksionisme budaya.

Namun, kenyataannya, industri film AS sudah lama tak terpusat di Hollywood. Produser kini lebih memilih lokasi-lokasi dengan insentif pajak besar seperti Kanada, Inggris, hingga Selandia Baru.

Menurut firma riset ProdPro, pada 2023 saja, separuh anggaran produksi film AS dialihkan ke luar negeri.

Baca juga: Spanyol Batalkan Kontrak Amunisi Rp115 Miliar dari Israel karena Krisis Kemanusiaan di Gaza

Meski diumumkan, detail kebijakan tarif ini masih samar. Belum diketahui apakah kebijakan mencakup film bioskop saja, atau juga konten digital di platform streaming seperti Netflix dan Disney+.

Begitu pula soal dasar pengenaan tarif—apakah dari biaya produksi, pendapatan box office, atau lainnya.

Motion Picture Association yang mewakili industri film belum memberikan tanggapan resmi.

Di sisi lain, negara produsen film seperti Australia dan Selandia Baru menyatakan akan membela kepentingan industri mereka yang selama ini menjadi mitra utama produksi film-film blockbuster asal AS.

Produksi film dan serial TV di Los Angeles menurun drastis, bahkan anjlok 40 persen selama satu dekade terakhir menurut FilmLA.

Isu lain seperti kebakaran hutan, biaya hidup tinggi, dan rendahnya insentif lokal turut mendorong para pekerja kreatif meninggalkan California.

Survei ProdPro menempatkan California di posisi keenam sebagai lokasi syuting favorit, kalah dari Toronto, Vancouver, London, Eropa Tengah, dan Australia.

Banyak serikat pekerja dan produser mendesak Gubernur Gavin Newsom agar menaikkan insentif pajak lokal.

Langkah tarif ini merupakan lanjutan dari kebijakan Trump sebelumnya yang memberlakukan tarif impor secara luas pada April 2025.

Namun, kebijakan ini menuai kecaman karena dinilai akan memperburuk ketegangan dagang dan memicu resesi.

William Reinsch, mantan pejabat senior Perdagangan AS, menyebut bahwa pembalasan dari negara lain atas tarif film bisa memukul balik ekonomi AS.

“Alasan keamanan nasional untuk film sulit dibuktikan. Tarif ini bisa menghancurkan lebih dari yang bisa diselamatkan,” ujarnya.

Author