INTERAKSI.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa hanya individu atau perseorangan yang berhak melaporkan dugaan pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Lembaga pemerintah, korporasi, profesi, hingga jabatan dikecualikan dari pasal tersebut.

Putusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang dibacakan pada Selasa (29/4/2025) dan dapat diakses publik sejak Rabu (30/4/2025).

Putusan tersebut merespons permohonan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, yang menggugat ketidakjelasan sejumlah pasal dalam UU ITE, seperti Pasal 27A, 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (4), dan Pasal 45A ayat (2). Daniel menilai ketentuan tersebut membuka ruang multitafsir dan potensi penyalahgunaan hukum.

Baca juga: MK Kabulkan Gugatan UU ITE, Ubah Pasal Pencemaran Nama Baik dan Hoaks

Dalam pertimbangannya, MK menyoroti frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE, yang dinilai tidak memiliki batasan tegas dan berpotensi disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.

“Tidak masuk akal ketika institusi yang harus diwakili oleh seseorang diberlakukan dengan ketentuan Pasal 27A,” tegas MK.

Untuk menghindari kesewenang-wenangan, MK menegaskan bahwa yang dimaksud “orang lain” adalah individu atau perseorangan, bukan institusi, jabatan, atau kelompok masyarakat tertentu.

Pokok Perubahan Putusan MK

Berikut poin-poin utama dalam amar putusan MK:

  1. Frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) hanya berlaku bagi individu, tidak termasuk lembaga, institusi, profesi, jabatan, atau kelompok masyarakat tertentu.
  2. Frasa “suatu hal” di Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) diubah menjadi “suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang.”
  3. Frasa pada Pasal 28 ayat (2) dan 45A ayat (2) yang berkaitan dengan penyebaran kebencian hanya sah secara hukum jika mengandung substansi nyata dan dilakukan di ruang publik, serta berdasarkan identitas tertentu yang dapat memicu diskriminasi atau kekerasan.
  4. Putusan ini akan dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
  5. Gugatan pemohon yang di luar poin-poin di atas ditolak oleh Mahkamah.

Putusan ini menjadi angin segar bagi kebebasan berekspresi dan perlindungan ruang sipil di ranah digital. Pasalnya, sebelumnya sejumlah lembaga kerap menggunakan UU ITE untuk menjerat kritik yang seharusnya menjadi bagian dari kontrol sosial publik.

MK menekankan pentingnya proporsionalitas antara perlindungan kehormatan pribadi dengan hak kebebasan berpendapat masyarakat, termasuk di media sosial.

Author