INTERAKSI.CO, Jakarta – Gelombang penarikan karya musik dari Spotify kembali terjadi. Kali ini, sejumlah musisi dari berbagai negara, termasuk Indonesia, memutuskan meninggalkan platform streaming tersebut.

Langkah itu diambil setelah CEO Spotify, Daniel Ek, diketahui menginvestasikan ratusan juta euro ke perusahaan teknologi militer berbasis kecerdasan buatan (AI).

Para musisi menilai investasi tersebut bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan perdamaian. Mereka tak ingin karya mereka, secara tidak langsung, ikut berafiliasi dengan bisnis yang mendukung kegiatan peperangan.

Baca juga: Setelah 48 Tahun, Guruh Gipsy Tampil Live di Synchronize Fest 2025

Beberapa nama besar di dunia musik internasional seperti Deerhof, King Gizzard & The Lizard Wizard, Leah Senior, David Bridie, Skee Mask, dan Massive Attack telah lebih dulu menarik seluruh katalog mereka dari Spotify.

Dari Indonesia, keputusan serupa diambil oleh Seringai, Majelis Lidah Berduri, Frau (Leliyani Hermiasih), dan Morgensoll.

Manajer Seringai, Wendi Putranto, menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk sikap moral band terhadap arah bisnis Spotify.

“Sejauh ini hasil pembicaraan dengan band, Seringai tidak berencana kembali ke Spotify, termasuk untuk perilisan album terbaru nanti,” ujarnya, Kamis (16/10/2025).

Ia menambahkan, keputusan itu diambil setelah mengetahui Daniel Ek menggelontorkan dana sekitar 600 juta euro untuk perusahaan teknologi drone dan AI yang berorientasi pada pengembangan militer.

“Band members Seringai dan seluruh karya yang mereka ciptakan menolak terafiliasi dengan kegiatan yang mendukung peperangan,” jelas Wendi.

Meski meninggalkan Spotify, karya-karya Seringai tetap bisa dinikmati melalui berbagai platform musik digital lainnya.

Sementara itu, perusahaan Helsing, yang mendapat investasi dari Daniel Ek, memberikan klarifikasi terkait tuduhan bahwa mereka mendukung aktivitas perang. Dalam pernyataannya di situs resmi, Helsing menegaskan bahwa teknologi mereka hanya digunakan untuk pencegahan dan pertahanan, khususnya di wilayah Eropa.

“Informasi yang menyebut teknologi kami digunakan di zona perang selain Ukraina tidak benar. Teknologi Helsing diterapkan untuk membantu pertahanan negara-negara Eropa terhadap agresi Rusia di Ukraina,” tulis pernyataan resmi perusahaan.

Keputusan para musisi ini menjadi simbol perlawanan terhadap keterlibatan dunia hiburan dalam bisnis yang berpotensi mendukung konflik bersenjata. Sikap mereka juga membuka kembali diskusi global tentang batas etika dalam industri teknologi dan musik digital.

Author