Tanah yang mereka pijak bukan sekadar ruang hidup, tapi juga bagian dari budaya. Karena itu, menjaga hutan dan tanah berarti menjaga keberlangsungan mereka.
INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Tagar #SaveMeratus tak pernah hilang dari udara. Suara itu kembali menyeruak dari ruang diskusi Bacucuk Buku yang berlangsung di Rumah Anno, Siring, Banjarmasin, Jumat (12/9/2025) kemarin.
Komunitas anak muda dan pegiat budaya bersua. Mereka berdiskusi mengenai eksistensi Meratus dan ancaman proyek pembangunan Geopark Meratus.
Wira, aktivis muda, mengingatkan pentingnya gerakan kolektif bagi komunitas. Ia yang sejak kuliah sudah berada di ranah pergerakan merasa diskusi publik sudah seharusnya dilakukan terus-menerus, sebab melalui diskusi itulah kesadaran bersama bisa tumbuh.
“Di lain sisi, kami juga menguatkan aksi tanpa kekerasan,” ujarnya.
Suara lain datang dari Muthia, perwakilan komunitas We Inspire.id. Ia melihat media sosial sebagai senjata penting dalam kampanye isu masyarakat adat.
“Sekecil apa pun aksi, pasti ada dampaknya. Kami percaya itu,” katanya.
Karena memiliki paham yang sama, mereka sadar bahwa bagi masyarakat Meratus lahan adalah identitas. Tanah yang mereka pijak bukan sekadar ruang hidup, tapi juga bagian dari budaya. Karena itu, menjaga hutan dan tanah berarti menjaga keberlangsungan mereka.
“Kebudayaan sifatnya lembut, pelan, dan bisa hilang. Tantangan kita adalah bagaimana melestarikannya,” ujar Arif Rahman Hakim, antropolog sekaligus akademisi.

Baginya, tugas mendokumentasikan warisan Meratus penting dilakukan, tapi pelestarian sejatinya tetap berada di tangan masyarakat itu sendiri.
Hajriansyah, pegiat budaya Kalsel, khawatir Meratus hanya akan dijadikan etalase dalam promosi geopark.
“Masyarakat Meratus ini seakan hanya dipajang, sementara suara mereka tak benar-benar didengar,” kata Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin itu.
Di akhir diskusi, Tajuddin, mewarnai diskusi dengan nyanyian dan puisi yang dibuat khusus di momentum kali ini. Bertajuk “Kalamantana” yang diambil dari kata Kalimantan, ia yang hobi berkesenian merasa seni juga bagian dari perjuangan.
Dia yang bekerja di perusahaan ekstraktif memberanikan diri curhat di depan publik. Dengan terbata-bata, ia bercerita tentang dilemanya menyuarakan isu lingkungan di kondisinya saat ini.
“Alasan pemerintah untuk menjaga perlu dipertanyakan, masyarakat adat yang mana yang mereka maksud?” katanya, heran.
Editor: Puja Mandela