INTERAKSI.CO, Banjarmasin — Diskusi interaktif mengenai ancaman banjir dan kebakaran yang mengadang pembangunan di Banua menjadi rangkaian Milad Kalimantan Post ke-25 bersama sejumlah pejabat, aktivis lingkungan dan praktisi kebencanaan, di Summer Kafe, Kota Banjarmasin, pada Rabu (15/1/2025) sore.
Dimulai pada pukul 14.30 Wita, sejumlah peserta berdatangan dari berbagai lintas sektor, seperti BPBD, Dinas PUPR, Polda Kalsel, Danrem 101 Antasari, Damkar, Walhi Kalsel, PLN, Badan Eksekutif Mahasiswa dan Mapala se-Kalsel. Tak sekadar hadir, di forum tersebut mereka juga ikut bicara.
Aktivis 98, Sukhrowardi, menjadi moderator dalam kegiatan yang berlangsung hampir empat jam tersebut. “Alhamdulillah, terima kasih kepada Bapak dan Ibu, serta adik-adik sekalian yang hadir dan turut membicarakan apa yang terjadi di Banua sekarang ini. Kami dari Kalimantan Post, saya pribadi selaku Kepala Bidang Pengembangan Media sedikit bercerita,” ucap Sukhrowardi di tengah forum.
Kalimantan Post berdiri pada 17 Januari 2000. Dipimpin oleh sekelompok aktivis angkatan 66, sebelumnya media itu bernama Dinamika Berita yang pertama kali naik cetak pada 1981. Kemudian, di bawah kepemimpinan era almarhum HM. Taufik Effendie, Kalimantan Post terus menapakan sayapnya menjadi media dengan tagline: Setia Menyapa Berita Penuh Makna.
“Di tengah HUT Kalimantan Post ini, kita ingin merefleksikan isu yang ramai diperbincangkan orang yaitu banjir. Kalau musim kemarau, kebakaran hutan dan begitu terus kondisi Banua kita ke depan, sehingga bagaimana mitigasi serta pencegahan itu,” ungkap Sukhrowardi.
@redaksi.interaksi🌏 Diskusi Interaktif: Mitigasi Bencana di Banua 🌊🔥 Dalam rangka Milad ke-25 Kalimantan Post, berbagai pihak berkumpul untuk membahas isu besar yang mengancam Banua: banjir dan kebakaran hutan. Aktivis lingkungan, praktisi kebencanaan, hingga pejabat daerah saling berdiskusi untuk mencari solusi nyata. Kita diingatkan bahwa kerusakan lingkungan tidak hanya soal teknis, tetapi juga menyentuh kebijakan, budaya masyarakat lokal, dan keberlanjutan masa depan. 🌱✨ Semoga momentum ini menjadi langkah awal sinergi nyata demi Banua yang lebih tangguh dan lestari!
Diawali dengan pemaparan dari salah satu perwakilan aktivis lingkungan yakni Muhammad Jefry Raharja selaku Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel. Dia menilai pembahasan seperti ini sudah sering dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi solusinya cukup sulit dientaskan.
“Cukup sulit kita mengurai persoalan lingkungan di Banua, baik itu banjir yang sering melanda dan karhutla tiap tahunnya. Dalam hal teknis maupun kebijakannya,” tegas Jefry.
Selama ini, Jefry bersama rekan Walhi kerap melakukan pemantauan lingkungan, riset dan mengadvokasi masyarakat adat, baik yang berprofesi petani maupun warga sekitar. Menurutnya, keunikan masyarakat lokal perlu diketahui banyak orang dalam melakukan pekerjaannya di alam.
“Contohnya saja dalam konteks karhutla, ketika petani membuka lahan dengan membakar. Nah, perspektif apa yang cocok agar menyesuaikan dengan kebijakan di hilirnya, sementara di hulunya memang seperti itu sejak dahulu,” terang Jefry.
Baca juga: Porprov Kalsel 2025: Jumlah Cabor Bertambah, Fasilitas Atlet Jadi Prioritas
Polemik masyarakat adat terus menarik tiap tahunnya. Jefry menyebut bukan ladang yang berpindah, tetapi sistem ladang hilir balik yang selalu digaungkan kepada pemerintah maupun aparat penegak hukum. Ketika membuka lahan di gunung, mereka punya skema yang turun temurun sejak nenek moyangnya.
Jefry hanya ingin mempertanyakan bagaimana nasib mereka ke depan? Jika kebijakan dan hukum masih membayangi kehidupan masyarakat adat di Kalsel.
Sementara itu, Danki 2 AKP I Made Gede Subawa dari Kompi 2 Batalyon B Pelopor Brimop Kalsel merespons soal karhutla yang kerap melanda Kalsel.
“Terkait dengan penyebab kebakaran, baik yang sudah tertangkap dari perusahaan maupun perorangan. Secara data dan berapa banyaknya, saya kurang tahu karena itu bisa ke ranah Ditreskrimsus Polda Kalsel,” ungkap AKP. Subawa.
Dalam pengalamannya, AKP. Subawa hanya pernah terlibat dalam tugasnya menangani banjir di sejumlah daerah. Mulai dari Banjarmasin hingga Banua Anam, pihaknya bahu membahu dalam gotong royong.
Terkait kerusakan lingkungan, AKP. Subawa mengaku miris melihat kondisi hutan yang kian digunduli atau pembalakan liar oleh oknum tidak bertanggungjawab, sehingga, banjir kerap melanda di kawasan desa maupun kota.
Sementara Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kalsel, Bambang Dedi Mulyadi, menjawab persoalan lingkungan yang terjadi di Banua. Dia ingin melakukan konektivitas antara pemerintah daerah ke kabupaten/kota agar kasus kebakaran cepat tertangani.
“Terlebih di area Ring 1, dekat Bandara Internasional Syamsudin Noor itu sangat tinggi intensitas asap dari karhutla. Tahun 2023 lalu sempat tertunda penerbangan, sehingga di tahun 2024 kita lakukan sebuah audiensi dengan BNPB. Kita lakukan upaya-upaya itu agar cepat teratasi,” cerita Bambang.
Bekerja di tengah kebencanaan, Bambang mengaku memang harus memiliki kepribadian yang cepat dan tegas. Tentunya dalam menentukan arah kebijakan, sehingga dapat mencegah sejak dini.
“Bekerja sama dengan BNPB, kita diberi bantuan Helikopter Water Bomber dan kemudian, menjalin kerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup meminta agar dilakukan aplikasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Bersama TNI/Polri, kita bekerja saat itu akhirnya pembasahan lapangan terjadi,” ungkap Bambang.
Dalam memecahkan persoalan lingkungan di Banua, Bambang menyerukan agar pemetaan dalam kebijakan segera dirumuskan bersama. Isi terkandung dalam Peraturan Daerah (Perda) harus akomodif terhadap masyarakat lokal maupun adat istiadat. Dia menegaskan, segi sosiologi, ekonomi, budaya maupun hak lainnya.
Penulis: M Rahim Arza