INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Film Schramm (1993) karya Jörg Buttgereit bukanlah tontonan untuk semua orang.
Film ini bukan hanya menampilkan adegan-adegan brutal, tetapi juga menyajikan eksplorasi psikologis yang mengerikan tentang seorang pembunuh berantai.
Seperti karya Buttgereit sebelumnya, Nekromantik (1987) dan Nekromantik 2 (1991), Schramm membawa penontonnya menyelami dunia yang gelap dan mengganggu.
Baca juga: Film Berebut Jenazah Tuai Kritik, Warganet Minta Ganti Judul
Film ini berfokus pada Lothar Schramm, seorang pembunuh berantai yang tampak biasa di permukaan, tetapi menyimpan obsesi yang mengerikan. Ia terjebak dalam isolasi dan fantasi sadisnya sendiri.
Buttgereit tidak hanya menampilkan kekerasan secara eksplisit, tetapi juga membawa kita masuk ke dalam kepala Schramm, memperlihatkan kegilaan dan kehancuran mentalnya.
Yang membuat Schramm begitu mengganggu bukan hanya adegan gore yang sadis, tetapi juga caranya menyampaikan psikologi karakter utama.
Film ini menggambarkan bagaimana seseorang yang tampak normal bisa berubah menjadi monster akibat trauma dan tekanan batin yang mendalam. Tidak ada pahlawan di sini, hanya potret brutal dari seseorang yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Sinematografi Schramm semakin memperkuat atmosfer yang menyesakkan. Kamera sering kali menyorot wajah Schramm dengan close-up ekstrem, memaksa penonton melihat ekspresi kosong yang penuh dengan kekacauan batin. Gaya visual ini memperkuat rasa tidak nyaman yang menjadi ciri khas film-film Buttgereit.
Film ini bukan sekadar horor atau thriller biasa, melainkan pengalaman sinematik yang ekstrem dan provokatif.
Tidak heran jika Schramm tetap menjadi salah satu film horor paling kontroversial dari Jerman. Ini adalah film yang akan membekas lama di benak penontonnya—bukan karena kejutan semata, tetapi karena cara brutalnya dalam membedah jiwa manusia yang tersesat.
Bagi pecinta horor ekstrem, Schramm adalah sebuah tantangan yang layak dicoba.