INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Kasus dugaan penahanan ijazah oleh salah satu salon kecantikan di Kota Banjarmasin menjadi sorotan.

Kabar ini ramai dibahas di akun Instagram @hay_kalsel melalui unggahan berjudul “Viral Pulang! Beberapa Aduan Penahanan Ijazah & Denda yang Tidak Masuk Akal di Salah Satu Salon Berinisial ‘Y’ di Banjarmasin”.

Interaksidotco menelusuri kebenaran informasi yang beredar tersebut. A, mantan karyawan salon Y, membenarkan adanya dugaan penahanan ijazah.

“Penahanan ijazah itu memang ada dari awal (kontrak kerja). Nominal denda itu tidak dijelaskan secara rinci, karena dari awal diberitahukan dendanya cuman Rp250.000. Tapi makin ke sini, beliau (Y) seenaknya karena ijazah kami itu di tempatnya,” kata A kepada Interaksidotco, Sabtu (3/5/2025).

Selama bekerja di sana, A mengaku sering membayar penalti dan mengalami pemotongan gaji secara sepihak oleh pemilik salon, Y.

Penalti tersebut diketahui diminta oleh Y untuk membayar biaya training selama bekerja di tempatnya. Sedangkan, pemotongan gaji dilakukan Y jika kinerja karyawannya dinilai tidak maksimal.

A mengganggap ijazah yang ditahan inilah yang justru menjadi alat untuk mengancam karyawan.

“Pelanggaran utamanya itu berhenti sebelum selesai kontrak kerja. Sebenarnya bekerja di sini aman-aman saja. Tapi yang membuat tidak tahan karena perilaku pemilik. Seperti misalnya memaki dan memfitnah kami. Segala kerjaan di luar jobdesk terapis itu kalau tidak dikerjakan, beliau mengancam kami atau membayar denda. Sampai mengancam mau bakar ijazah dan menyebut ijazah kami tidak penting,” tutur A.

A yang bekerja sejak tahun 2023 dan berhenti pada 2024, mengaku ijazahnya masih ditahan hingga kini. Ia juga menyebut masih ada karyawan lain yang mengalami hal serupa, bahkan lebih parah.

Saat ditanya mengenai upaya pelaporan, A mengatakan sudah ada pihak yang melapor ke Wali Kota Banjarmasin. “Kami sudah melapor ke Wali Kota dan lagi diproses,” tukasnya.

Sementara itu, S, mantan karyawan lain yang bekerja pada tahun 2024 selama tiga bulan, juga mengalami masalah serupa.

S yang cukup cepat beradaptasi dan belajar, ketika memutuskan berhenti bekerja, justru dikenakan biaya denda cukup banyak untuk menebus ijazah miliknya.

Kepada Interaksidotco, S diminta membayar sebanyak Rp4,5 Juta untuk mendapatkan kedua ijazah SD dan SMP miliknya.

“Karena saya cepat belajar (keahlian kecantikan) jadi banyak keahlian. Katanya bayar denda itu sesuai dengan keahlian yang dipelajari,” jelas S.

“Satu tahun lalu saya mengechat (Y), dan bertanya mengenai ijazah. Saat itu juga saya disuruh bayar,” imbuhnya.

Masalah tidak berhenti pada dugaan penahanan ijazah. Para mantan karyawan juga mengungkap adanya perubahan kontrak kerja sepihak hingga pemotongan gaji yang merugikan.

“Kontrak tersebut tidak dikasih ke kami. Jadi, kami (karyawan) tidak ada megang kontrak itu disaat masuk kerja. Maka dari itu kontrak kami dengan mudah diubah termasuk pemotongan gaji secara tiba-tiba,” ujar mantan karyawan Y kepada interaksidotco yang enggan disebutkan namanya.

Tanggapan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Selatan

Interaksidotco mencoba menghubungi Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Selatan, Irfan Sayuti, untuk meminta tanggapan terkait masalah ini.

Irfan menegaskan perusahaan tidak boleh mensyaratkan penyerahan ijazah asli tanpa alasan yang jelas.

“Hal itu tidak dibenarkan membuat syarat-syarat kerja seperti itu. Infokan saja kepada kami atau juga instansi teknis untuk menangani di tingkat kabupaten atau kotanya,” kata Irfan kepada Interaksidotco, Sabtu (3/5/2025).

Disnakertrans Kalsel menyatakan siap menindaklanjuti laporan dan mengimbau karyawan yang mengalami hal serupa untuk melapor dengan menyertakan nama perusahaan dan bukti pendukung.

“Kalau bisa yang bersangkutan memberikan minimal laporan baik nama usaha tempatnya bekerja dan alamatnya. Supaya kami bisa bertindak langsung,” tegasnya.

Irfan juga menyebut akan segera berkoordinasi dengan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin untuk menangani kasus ini.

“Akan kami koordinasikan. Paling tidak dengan dinas yang menangani ketenagakerjaan. Supaya jelas duduk persoalannya. Kenapa hal tersebut terjadi dan bagaimana hal itu terjadi perlu ada pengumpulan keterangan dan bukti-buktinya,” pungkasnya.

Editor: Puja Mandela

Author