HARI INI putusan Pilkada Banjarbaru dibacakan oleh MK. Saya sendiri tidak terlalu optimis terhadap putusan tersebut. Penundaan pembacaan putusan atas Pilkada yang jelas-jelas tidak demokratis dan bahkan memalukan ini, sudah menjadi indikasi bahwa situasi demokrasi, politik dan hukum kita, berada pada titik terendah.

Apalagi bila dihubungan dengan rezim “efisiensi”, dimana mengulang pelaksanaan Pilkada sama dengan pemborosan. Sebesar apapun bentuk kesalahannya, atas dasar efisiensi, penghematan dan ketiadaan anggaran, maka perbaikan hanya mungkin dilakukan pada Pilkada berikutnya. Pilkada sekarang dianggap sebagai pembelajaran yang tidak boleh dilupakan. Mungkin akan ada yang menjadi “kambing hitam”, sebagai penghiburan, misal memberi sanksi pemberhentian para penyelenggara yang bersalah, sedangkan hasil Pilkadanya tetap dianggap sah.

Harapan tentu selalu saja ada, terutama bila melihat proses persidangan, dimana hakim nampak sangat “waras” mempertanyakan alasan serta berbagai keanehan menyangkut proses serta pilihan Pilkada yang sengaja meniadakan kolom kosong.

Begitu juga dalam siding etik DKPP, nampak sangat waras, mempertanyakan segala komitmen, integritas, kejujuran, dan pengetahuan dasar terkait prinsif demokrasi yang dipahami para penyelenggara dalam menjalankan tugasnya. Melihat proses ini optimisme tumbuh. Namun agar tidak kecewa, mesti disisakan ruang atas segala kemungkinan tak terbayangkan. Sebagaimana Pilkada “abal-abal” yang juga tak terbayangkan akal sehat.

Harus diingat, protes terhadap penyelenggaraan Pilkada Banjarbaru hingga ke Sidang MK yang menguras banyak energi, bukan tentang siapa kandidat yang harus menang atau kalah. Tapi tentang pembelaan hak warga – hak dasar dalam memilih, yang dirampas, dihilangkan secara semena-mena.

Kalau tidak ada yang memprotes kenyataan ini, tetap tenang dan diam menyaksikan kebodohan berlangsung di depan mata, sekali lagi sebagaimana sudah saya sampai dalam tulisan lampau, kebudayaan Banjar menghukumnya dengan ungkapan yang sangat sinis, “tambuk sakataraan”.

Penulis: Noorhalis Majid

Author