Hajriansyah menyebut proses kekaryaannya dalam melukis dalam periodik 2010-2024 melahirkan banyak karya beraliran ekspresionisme.

INTERAKSI.CO, Banjarmasin – Di ruangan berdinding putih itu, Hajriansyah memperlihatkan karya lukisannya dalam pameran bertajuk “The End (Less) Whisper” yang dibuka oleh Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, pada Jumat (22/11/2024) lalu.

Sehari setelah dibuka, ruangan dipenuhi pengunjung perempuan dari kalangan mahasiswi yang memotret dirinya. Ada yang berdiri di balik lukisan berjudul Monumen Kasih, Arketip, Pegunungan Qaf, Suara dari (D)alam, Tiger Effect dan sejumlah karya bergantungan itu bernama: Cerita Sungai, Darat dan Laut. Pameran ini digelar selama tiga minggu.

Dengan membayar Rp30 ribu, pengunjung mendapatkan voucher masuk. Voucher itu setara dengan nilai Rp10 Ribu jika kita tukarkan dalam pembelian minuman atau makanan ringan di Kafe California, Jalan Kuripan, Kota Banjarmasin.

 

Hajriansyah menyebut proses kekaryaannya dalam melukis dalam periodik 2010-2024 melahirkan banyak karya beraliran ekspresionisme. Dalam meditasi kehidupan, ia menyoroti tentang kedalaman jiwa seseorang yang tengah berjibaku dengan pikirannya.

“Dipamerkan sebanyak 28 karya lukisan yang telah diseleksi oleh kuratornya, Hayyun Tahura. Di rumah itu banyak stok lukisan, namun diseleksinya ketat dan cocok dengan sesuai tema yang dipamerkan sekarang,” jelas Hajriansyah kepada Interaksidotco, pada Sabtu (23/11) sore.

Dalam ekspresi lukisannya, Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin itu lebih condong memilih warna dari dalam yang misalnya ditentukan merah, maka itu berhubungan dengan suasana pikiran dan perasaannya sendiri. Hal itu dianggapnya Surealistik-Ekspresionisme.

Hajriansyah menekankan bahwa kebanyakan lukisannya bicara soal pikiran yang berkaitan dengan kegelisahan-kegelisahan pribadi seseorang. Baik itu tentang lingkungan, sosial hingga persoalan jiwa di dalam dirinya sendiri, yaitu mengenai tasawuf.

“Ini bicara soal kejiwaan seseorang atau kemanusiaan yang lebih dalam. Contoh saja ada lukisan berjudul Cerita Antargenerasi itu, saya melihat problem manusia sekarang dari zamannya telah berubah. Bagaimana menyambungkan pikiran yang telah kita tangkap dengan pendahuluku itu ke generasi sekarang,” ungkap alumni mahasiswa Program Magister Ilmu Akhlak Tasawuf, UIN Antasari itu.

Pada kesempatan itu, Hajriansyah menunjuk dua lukisan berjudul The Endless Whisper dan Across The Cosmos yang merupakan pergulatan dunia bathinnya sendiri. Selain itu, ada kanvas berukuran sedang tampak memojok berjudul Semadi Capung dan Nyanyian Sunyi di Keramaian Alam.

Hajriansyah, perupa kelahiran 1979, tengah duduk di antara lukisannya. Mengingat pengalaman batinnya, serta kajian-kajian tawasuf yang pernah dipelajarinya, kemudian ditumpahkan ke dalam kanvas.

“Kita melintasi jiwa ke jiwa bahwa manusia itu makhluk kolektif yang suka berkumpul. Berbagi wawasan dan idealisme, nah, karya itu mewakilkan pikiran di sana,” ungkap Hajriansyah, seniman yang tengah menggunakan kupiah jangang dan berbaju kain sasirangan khas Banjar.

Di akhir, Hajriansyah menyampaikan bahwa pikiran hari ini merupakan bagian warisan terdahulu. Sebab, ia menyadari aspek lingkungan sekitar dan keyakinan yang ada tanpa kita sadari sejak kecil.

“Kita terdidik karena warisan leluhur kita. Dalam bayangan lukisan itu seolah kita makhluk individual, padahal kita itu makhluk kolektif. Oleh kenangan-kenangan kita, leluhur kita,” pungkasnya.

Hajriansyah
Lukisan Hajriansyah dalam pameran “The End (Less) Whisper”. Foto-Ist

Sementara itu, Hayyun Tahura, pelopor Lanting Art yang merupakan kurator pameran ini menjelaskan bahwa tema yang dianggap berkaitan dengan The Endless Whisper atau bisikan yang tak ada habisnya itu terbilang modern. Menurutnya, memang target pasarnya adalah kawula muda.

“Terlebih kan informasi itu terlalu cepat datang, sementara yang ditangkap hanya sekejap. Bisa jadi lewat lukisan ini dapat membuat seseorang merefleksikan itu,” ujarnya.

Hayyun berpandangan lukisan yang tertolak dari pandangan kawula muda itu karena tidak masuk saja. Sebab itulah pameran The Endless Whisper ingin mendekatkan lagi dengan generasi sekarang.

Di antara yang diseleksi oleh Hayyun, ada karya Hajriansyah bermuatan politik yang menyuarakan isu kerakyatan, sehingga karya-karya inilah yang layak masuk dalam pameran penuh kontemplatif tersebut.

“Kita harapkan pengunjung tidak hanya sekadar membuat konten saja atau foto-foto, selfie di depan karya. Tetapi berusaha juga untuk memahami dari lukisan ini,” pesan Hayyun, mengajak generasi muda untuk menyelami simbol-simbol seni rupa asal Kalimantan Selatan.

*

Penulis: Rahim Arza

Author