INTERAKSI.CO, Jakarta – Sejak peluncuran produk Bitcoin Spot ETF pada Januari 2024, arus modal yang mengalir ke aset bitcoin telah mencapai lebih dari 40 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 669 triliun.

Ini menjadi bukti nyata bahwa kepercayaan terhadap Bitcoin sebagai aset investasi jangka panjang semakin menguat, terutama di kalangan investor institusi.

Laporan mingguan dari CoinShares pada pekan keempat April 2025 mencatat bahwa dana sebesar 3,4 miliar dolar AS masuk ke berbagai produk aset digital—angka tertinggi sejak Desember 2024, dan yang ketiga terbesar dalam sejarah kripto.

Dari jumlah tersebut, bitcoin menyerap 3,18 miliar dolar AS, diikuti oleh ethereum sebesar 183 juta dolar AS. Altcoin seperti XRP dan Sui turut mencatat inflow masing-masing sebesar 31,6 juta dan 20,7 juta dolar AS.

Baca juga: Cetak Laba Rp13,67 Triliun, Saham BBRI Masih Menarik Dikoleksi! Ini Kata Analis

CEO Indodax, Oscar Darmawan, menilai tren ini sebagai tanda bahwa Bitcoin semakin diterima secara global sebagai instrumen penyimpan nilai.

bitcoin
Oscar Darmawan, CEO Indodax. Foto: VOI

“Kita sedang menyaksikan bagaimana bitcoin kini semakin menjanjikan, sebagai penyimpan nilai jangka panjang oleh institusi besar. Aksi pembelian MicroStrategy dan dana ETF yang masuk menunjukkan kepercayaan yang kuat terhadap fundamental Bitcoin,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (1/5/2025).

Menurut Oscar, derasnya aliran dana institusional ini seharusnya menjadi sinyal positif bagi investor ritel di Indonesia. Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekosistem kripto kini jauh lebih stabil karena didukung oleh regulasi yang progresif dan adopsi yang meluas secara global.

Tak hanya itu, lembaga keuangan ternama Standard Chartered juga memperkirakan bahwa harga bitcoin bisa mencapai 150.000 dolar AS di akhir 2025.

ATH (all time high) baru bahkan diprediksi akan tercapai lebih cepat, yakni di kuartal kedua tahun ini, berkat efek halving bitcoin yang terjadi pada April 2024 serta meningkatnya permintaan dari ETF.

Analis Standard Chartered juga menekankan bahwa sebagian besar dana yang mengalir ke ETF saat ini bukan berasal dari investor ritel, melainkan institusi besar seperti dana pensiun dan manajer aset global. Artinya, permintaan terhadap bitcoin kini lebih stabil dan bersifat jangka panjang.

Oscar pun meyakini bahwa ekspektasi harga bitcoin menembus angka 100.000 dolar AS dalam waktu dekat bukanlah hal yang mustahil.

“Bitcoin semakin diakui sebagai emas digital. Bedanya, ia jauh lebih mudah diakses dan didistribusikan lintas negara. Ini peluang strategis bagi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Lebih jauh, ia juga menjelaskan bahwa strategi Dollar Cost Averaging (DCA) masih menjadi pilihan utama investor besar seperti MicroStrategy, menandakan bahwa pengelolaan risiko tetap menjadi prioritas, meskipun dalam skala besar.

Oscar pun menyambut baik peran pemerintah dan otoritas di negara maju yang membuka ruang legal untuk ETF kripto. Ia berharap Indonesia bisa segera menyusul dengan pendekatan serupa.

“Indodax optimistis bahwa dengan pendekatan yang benar, literasi keuangan digital, dan dukungan regulasi lokal, Indonesia dapat mengambil peran lebih besar dalam arus investasi global ke aset digital,” pungkasnya.

Author